Pengamat: Jangan Provokatif Menyikapi Isu Write Off Bank Sumut

MEDAN, KabarMedan.com | Pengamat ekonomi Gunawan Benjamin mengingatkan, agar pihak-pihak yang ingin mengkritisi kebijakan perbankan, lebih berhati-hati dalam memberikan pernyataan ke media dengan terlebih dahulu memahami persoalan yang sebenarnya serta bebas dari kepentingan tertentu, sehingga informasi yang diberikan tidak menyesatkan publik, tetap objektif dan tidak provokatif.

Hal itu dikatakan Gunawan, menanggapi munculnya komentar dari pihak-pihak tertentu di media massa akhir-akhir ini, seputar kebijakan write off yang dilakukan Bank Sumut.

Menurutnya, sikap kritis diperlukan dalam konteks mengawal kebijakan bank agar tidak melenceng dari aturan dan ketentuan guna melindungi kepentingan publik, bukan sebaliknya membuat pernyataan yang justru meresahkan publik.

Menurut ekonom alumni UGM yang pernah menjadi praktisi di bank nasional dan bank asing serta perusahaan sekuritas nasional ini, komentar yang mengaitkan kebijakan write off dengan ancaman akan timbulnya rush (penarikan dana besar-besaran), merupakan pernyataan yang terlalu berlebihan (overstatement) dan kurang memahami permasalahan perbankan.

Gunawan mengatakan, pada tahun 1997-1998, rush pernah terjadi di Indonesia. Hal itu dipicu oleh krisis ekonomi yang membuat industri perbankan kelimpungan dan berdampak menurunkan kepercayaan nasabah.

Kepanikan nasabah yang disikapi dengan tindakan rush semakin memperparah kondisi industri perbankan nasional karena bank semakin mengalami kesulitan likuiditas, sehingga untuk menyelamatkan industri perbankan nasional pemerintah mengeluarkan kebijakan skema pinjaman BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia).

Sedangkan industri perbankan nasional saat ini, termasuk Bank Sumut, memiliki fundamental bisnis yang kuat, likuiditas yang lancar, dan masih mendapat kepercayaan penuh dari nasabah.

“Krisis ekonomi yang disusul dengan kondisi industri perbankan yang memburuk dan menurunnya kepercayaan publik terhadap perbankan menjadi pemicu rush. Jadi, tidak ada kaitannya dengan write off. Itu dua hal yang berbeda. Write off lebih kepada kebijakan perbankan untuk melakukan hapus buku secara administratif terhadap aset kredit yang tidak produktif, yakni kredit bermasalah.  Dan itu sudah banyak dilakukan oleh bank-bank umum nasional, bukan hal luar biasa. Meski melakukan write off, bank tetap melakukan penagihan terhadap para debitur untuk melunasi kewajibannya,” jelasnya.

Gunawan menilai, kebijakan perbankan melakukan  write off tentu sudah didasari atas pertimbangan yang matang dan sesuai aturan yang berlaku.

“Industri perbankan sendiri merupakan industri yang pengawasannya sangat ketat dan dilengkapi dengan banyak peraturan dari otoritas terkait seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Termasuk mengenai write off ini yang juga sudah ada aturannya. Sehingga perbankan wajib dan harus mengacu kepada ketentuan yang ada, diantaranya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum,” terangnya.

Dia mengingatkan, jika Bank Sumut selalu dipolitisasi dengan penyebaran isu-isu negatif oleh pihak-pihak tertentu maka hal ini akan menjadi peluang yang dimanfaatkan oleh pelaku industri keuangan lainnya.

“Pada akhirnya yang dirugikan adalah Pemerintah daerah selaku pemegang saham Bank Sumut dan masyarakat Sumut sendiri,” ujarnya.

Dia menilai, dengan itikad yang baik hendaknya setiap komponen masyarakat yang berkepentingan dengan Bank Sumut, memberikan kesempatan lebih dulu kepada bank milik masyarakat Sumut itu untuk menjalankan kebijakan internalnya dengan tenang dan terkonsentrasi, sehingga pelaksanaan write off dan peningkatan kinerja bisnisnya dapat berjalan lancar sebagaimana diharapkan. Apalagi keberadaan Bank Sumut sendiri sangat dibutuhkan sebagai salah satu pendorong perekonomian Sumatera Utara.

8 Program Strategis

Secara terpisah, Pls. Sekretaris Perusahan Bank Sumut Erwin Zaini mengatakan, selain menerapkan kebijakan write off dan memberi solusi terhadap debitur-debitur bermasalah, Bank Sumut saat ini juga sedang berkonsentrasi untuk melaksanakan 8 Program Strategis.

Kedelapan program strategis itu antara lain penguatan GCG yang merupakan salah satu penilaian kesehatan bank. Selain itu meningkatkan kemampuan SDM yakni program terkait credit risk management; penguatan fitur dan produk, termasuk produk syariah; restrukturisasi IT banking system, perluasan layanan unit syariah, percepatan spin off, dan penguatan permodalan.

Ke-8 program itu merupakan langkah awal untuk melanjutkan sejumlah kebijakan strategis yang dapat mewujudkan eksistensi Bank Sumut ke depan menjadi bank yang kuat, kompetitif dan kontributif dalam kerangka program nasional transformasi BPD (Bank Pembangunan Daerah) sebagaimana telah dicanangkan oleh Asbanda (Asosiasi Bank Pembangunan Daerah) bersama OJK dan telah mendapat dukungan penuh dari Presiden Jokowi.

“Melalui program transformasi tersebut diharapkan BPD akan menjadi pemimpin di daerahnya dan menjadi salah satu grup bank terbesar dan terkuat di industri perbankan nasional,” pungkas Erwin. [KM-01]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.