Posisi Amerika Serikat Terkait Klaim Maritim di Laut China Selatan

Secretary of State Michael R. Pompeo (State Department)

JAKARTA, KabarMedan.com | Amerika Serikat memperjuangkan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.

Pihaknya memperkuat kebijakan AS di wilayah yang penting dan menjadi bahan perdebatan di kawasan tersebut, yaitu Laut China Selatan.

“Kami jelaskan klaim Beijing terhadap sumber daya lepas pantai di sebagian besar Laut China Selatan benar-benar tidak sah secara hukum, sama seperti upaya perisakan mereka untuk mengontrol area tersebut,” kata Michael R. Pompeo, Menteri Luar Negeri AS dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/7/2020).

Di Laut China Selatan, katanya, pihaknya berupaya memelihara perdamaian dan stabilitas, menjunjung kebebasan di laut yang sesuai dengan hukum internasional, menjaga arus perdagangan yang tanpa rintangan, serta menentang upaya apa pun untuk menggunakan paksaan atau kekuatan untuk menyelesaikan sengketa.

“Kami berbagi kepentingan yang mendalam dan tetap ini dengan banyak sekutu dan mitra kami yang telah sejak lama mendukung tatanan internasional yang berdasarkan aturan,” ujarnya.

Kepentingan bersama ini mendapatkan ancaman yang belum pernah ada sebelumnya dari Republik Rakyat China (RRC).

Beijing menggunakan intimidasi untuk menggerogoti hak berdaulat negara-negara pantai Asia Tenggara di Laut China Selatan, merisak akses mereka terhadap sumber daya lepas pantai, memaksakan kekuasaan unilateral, dan mengganti hukum internasional dengan “yang kuat yang benar.”

Pendekatan Beijing selama bertahun-tahun sudah jelas. Pada 2010, mantan Menteri Luar Negeri China Yang Jiechi mengatakan kepada rekan-rekan sejawatnya di ASEAN bahwa “China adalah negara besar dan negara-negara lain adalah negara kecil dan itu adalah fakta.” Cara pandang RRC terhadap dunia layaknya predator ini tidak punya tempat di abad ke-21.

RRC tidak memiliki dasar hukum untuk memaksakan kehendaknya di kawasan secara sepihak. Beijing tidak punya landasan hukum untuk mengklaim “Sembilan Garis Putus-putus” di Laut China Selatan setelah secara resmi mereka umumkan pada 2009.

Dalam keputusan yang diraih dengan suara bulat pada 12 Juli 2016, Mahkamah Arbitrase yang didasari Hukum Konvensi Laut 1982. Di mana RRC sebagai salah satu anggotanya menolak klaim maritim RRC akibat tidak memiliki landasan dalam hukum internasional.

Mahkamah secara tegas berpihak pada Filipina, yang mengajukan kasus arbitrase ini, dalam hampir semua klaim.

Seperti yang pernah disampaikan sebelumnya oleh Amerika Serikat, dan seperti yang secara khusus dinyatakan dalam Konvensi, keputusan Mahkamah Arbitrase adalah final dan mengikat secara hukum bagi kedua belah pihak.

Pihaknya menyelaraskan posisi AS terkait klaim maritin RRC di Laut China Selatan dengan keputusan Arbitrase, khususunya:

RRC tidak bisa memaksakan klaim maritim termasuk klaim atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang berasal dari Scarborough Reef dan Kepulauan Spratly berhadapan dengan Filipina di wilayah yang diputuskan oleh Mahakamah sebagai bagian dari ZEE Filipina atau batas landas kontinennya.

Intimidasi Beijing terhadap perikanan Filipina dan pengembangan energi lepas pantai di wilayah tersebut tidak bisa dibenarkan secara hukum seperti halnya tindakan sepihak RRC lainnya mengeksploitasi sumber yang ada.

Sesuai dengan keputusan Mahkamah Arbitrase yang bersifat mengikat, RRC tidak memiliki klaim maritim maupun teritorial atas Mischief Reef ataupun Second Thomas Shoal yang keduanya berada di bawah kedaulatan dan yurisdiksi Filipina. RRC juga tidak memiliki klaim teritorial maupun martim yang timbul dari dua unsur tersebut.

Karena Beijing telah gagal membuktikan klaim maritim yang koheren dan sah di Laut Chian Selatan (LCS), Amerika Serikat menolak semua klaim RRC atas wilayah perairan teritorial laut sejauh 12 mil laut dari pulau-pulau di gugus Kepulauan Spratly (tanpa berprasangka terhadap kedaulatan negara lain atas gugus kepulauan tersebut).

Oleh sebab itu, Amerika Serikat menolak semua klaim di wilayah perairan sekitar Vanguard Bank (Vietnam), Luconia Shoal (Malaysia), perarian ZEE Brunei, dan Natuna Besar (Indonesia).

Setiap tindakan RRC mengganggu pengembangan perikanan dan hidrokarbon negara-negara lain di wilayah-wilayah perairan ini ataupun melakukan tindakan serupa secara sepihak tidak dibenarkan secara hukum.

RRC tidak memiliki klaim teritorial dan maritim yang sah atas (ataupun dari) James Shoal sebuah unsur di bawah permukaan laut berjarak 50 mil laut dari Malaysia dan sekitar 1.000 mil laut dari pantai China. Joan Shoal sering disebut dalam propaganda RRC sebagai “teritorial China paling Selatan”.

Hukum internasional menegaskan secara jelas bahwa unsur di bawah permukaan laut seperti James Shoal tidak dapat diklaim oleh negara manapun dan tidak dapat dihitung sebagai zona maritim.

James Shoal (sekitar 20 meter di bawah permukaan laut) bukan dan tidak pernah menjadi wilayah hukum RRC dan oleh sebab itu Beijing tidak dapat menuntut hak maritim secara sah atas unsur tersebut.

Dunia tidak akan membiarkan Beijing memperlakukan Laut China Selatan sebagai imperium laut mereka. Amerika berdiri bersama sekutu dan mitra Asia Tenggara kami dalam melindungi hak kedaulatan atas sumber daya lepas pantai yang konsisten dengan hak dan kewajiban mereka di bawah hukum internasional.

“Kami berdiri bersama masyarakat internasional dalam mempertahankan kebebasan di laut dan menghormati kedaulautan serta menolak pemaksaan “yang kuat yang benar” di Laut China Selatan maupun wilayah luas lainnya,” pungkasnya. [KM-03]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.