MEDAN, KabarMedan.com | Pra Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 yang diadakan di berbagai daerah di tanah air dimaksudkan untuk mematangkan proses pemilihan kepemimpinan baru.
“Hampir semua forum dalam pra-muktamar mendiskusikan konsep terbaru dalam pemilihan pemimpin NU. Setelah penerapan sistem pemilihan dengan suara terbanyak, muncul wacana agar pemilihan itu menerapkan konsep ahlul halli wal aqdi atau formatur yang diisi perwakilan kader dari berbagai daerah,” kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar, di Pra Muktamar NU ke- 33 Zona Sumatera di Pesantren Al Kautsar Al Akbar, Jalan Pelajar Timur Ujung, Sabtu (16/5/2015) malam kemarin.
Sebagai ormas yang memiliki nuansa demokratis, NU tidak mempermasalahkan wacana konsep baru tersebut.
“Itu semuanya diserahkan kepada peserta muktamar,” katanya.
Secara pribadi, Marwan Jafar tidak dapat mengomentari lebih jauh usulan penggunaan konsep ahlul halli wal aqdi, karena tidak memiliki hak suara dalam muktamar.
Namun sebagai kader, mantan Ketua Fraksi PKB DPR RI itu mengharapkan keputusan mengenai cara pemilihan yang akan diterapkan dalam muktamar yang akan dilaksanakan di Jombang, Jawa Timur pada Agustus 2015 mendatang merupakan cara yang terbaik untuk NU.
“Konsep tersebut akan pengurus tingkat Kabupaten/Kota (PCNU) dan tingkat Provinsi (PWNU) yang memiliki hak suara dalam muktamar. Terserah kepada pengurus NU yang terbaik seperti apa, apakah ahlul halli atau pemilihan langsung,” ujar Marwan.
Ketua Panitia Pra Muktamar NU ke-33 Zona Sumatera, Adlin Damanik, mengatakan konsep ahlul halli wal aqdi tersebut merupakan cara baru dalam NU, termasuk dalam memilih rais aam.
Selama ini pemilihan rais aam NU menerapkan konsep suara terbanyak peserta muktamar. Sebagian nahdliyin menilai cara tersebut cukup rentan dan rawan karena bisa menimbulkan potensi perpecahan di kalangan kader ormas Islam itu. [KM-03]