Sosok dan Fakta DN Aidit yang Selalu Dibicarakan Jelang 30 September

DN Aidit )depan) (Foto: Istimewa)

MEDAN, KabarMedan.com | Setiap mendekati tanggal 30 September seluruh masyarakat Indonesia selalu diingatkan tentang kejadian puluhan tahun silam yang dikenal dengan nama G30SPKI (Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia).

Dimana pada tanggal 30 September 1965, PKI diduga menjadi dalang di balik penculikan dan pembunuhan tujuh Jenderal Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD).
Gerakan yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno dan mengganti dasar negara Pancasila menjadi ideologi komunis.

PKI saat itu adalah Dipa Nusantara Aidit atau dikenal dengan nama DN Aidit, dimana sosok ini selalu dibicarakan setiap tahunnya. Berikut adalah beberapa fakta menarik dari sosok DN Aidit yang disebut mendalangi G30SPKI.

DN Aidit merupakan Ketua Umum Partai Komunis Indonesia (PKI). (Foto: Istimewa)

1. Khatam Mengaji
DN Aidit lahir dengan nama Achmad Aidit yang akrab dipanggil Amat. Sedari kecil DN Aidit dan adik-adiknya dididik secara Islami. Setiap hari sepulang sekolah mereka belajar mengaji di bawah bimbingan pamannya yaitu Abdurrachim.

“Bang Amat (Achmad Aidit) tamat mengaji, khatam Alqur’an. Kami semua khatam Alqur’an,” ungkap Sobron Aidit, adik tiri DN Aidit, yang dituliskan dalam buku berjudul Aidit: Abang, Sahabat dan Guru di Masa Pergolakan (2003).

DN Aidit sendiri dikenal sebagai muazin semasa remaja di kampungnya.

Ilmu agama sudah dipupuk sejak DN Aidit kecil orangtuanya, apalagi Ayahnya merupakan tokoh penting di Belitung.

Ayah DN Aidit adalah Abdullah bin Ismail yang dikenal sebagai tokoh agama dan salah satu pelopor pendidikan Islam di Belitung yang cukup disegani masyarakat.

Ayah DN Aidit yang seorang tokoh muslim ini pernah menggagas dan memimpin gerakan kepemudaan untuk menentang kolonial Hindia Belanda.

Pada 10 November 1937. Abdullah menjadi salah satu pendiri organisasi keagamaan bernama Nurul Islam yang berafiliasi dengan Muhammadiyah.

DN Aidit bersama ayahnya Abdullah. (Foto: Istimewa)

2. Mengganti nama saat pergi ke Jakarta
Pada tahun 1940, Achmad Aidit berangkat dari Belitung ke Jakarta untuk menuntut pendidikan di Sekolah Dagang.

Sebelum berangkat ke Jakarta, ia memilih mengganti namanya dari Achmad Aidit menjadi Dipa Nusantara Aidit, dimana hal ini disetujui oleh sang Ayah. Nama ini mengikuti idolanya yaitu Pangeran Diponegoro.

Di tahun yang sama, DN Aidit mendirikan perpustakaan “Antara” di Senen.

Dalam “Seri Buku Tempo” bertajuk Aidit Dua Wajah Dipa Nusantara (2010) disebutkan, semasa di Jakarta Aidit mulai mempelajari paham Marxisme yang saat itu belum termasuk ajaran terlarang di Tanah Air.

Sambil mendirikan perpustakaan Antara, ia bergabung dalam Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda dan bertemu beberapa tokoh penting di sana.

DN Aidit menapaki karier politik di asrama mahasiswa Menteng 31 yang identik sebagai markas aktivis pemuda “radikal” kala itu.

Ia berproses bersama kaum muda revolusioner seperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Sukarni, Wikana dan Subadio Sastrotomo.

3. Anak didik Bung Hatta
Bung Hatta sempat menaruh harapan tinggi kepada DN Aidir, karena ia merupakan pribadi yang cerdas.

Sayangnya, ia memilih ideologi yang bersebrangan dan berpegang teguh pada Marxisme.

Setelah menjabat sebagai Sekjen PKI, ia diangkat menjadi Ketua Umum dan berhasil menjadikan PKI sebagai organisasi komunis terbesar ketiga di dunia setelah Uni Soviet dan Tiongkok.

4. Pernah jadi loper koran dan dekat dengan Soekarno
Tidak banyak yang tahu jika DN Aidit memiliki pekerjaan harian sebagai loper koran Harian Rakyat milik partainya dibredel oleh pemerintah.

Koran yang terbit pertama kali pada 31 Januari 1951 tersebut adalah salah satu media massa Indonesia pada periode 1950-1965.

Sepanjang perjalanannya, Harian Rakyat yang semula bernama Suara Rakyat sudah dibredel sebanyak sembilan kali.

DN Aidit dikenal sebagai pribadi yang gigih dan jago lobi dalam memperjuangkan apa yang dicita-citakannya.

Hubungan DN Aidit dan Soekarno cukup erat. Relasi keduanya seperti senior dan junior. Pemimpin Partai Komunis Indonesia itu menjadi murid kursus politik Soekarno.
DN Aidit muda kerap mengantar jemput Soekarno dalam kursus itu.

DN Aidit dikenal sangat dekat dengan Soekarno karena kegigihan dan kemahirannya melobi. {Foto: Istimewa)

5. Mencium kening istrinya dan pergi tanpa pesan
Merujuk pada buku “Kematian DN Aidit dan Kejatuhan PKI”, DN Aidit dijemput oleh militer pada Kamis pukul 21.30 WIB, 30 September 1965 ketika ia hendak menidurkan putranya.
Sempat ditahan oleh sang istri, Soetanti, DN Aidit tetap pergi dengan militer yang menjemputnya.

Pada saat itu DN Aidit mencium kening sang istri dan anaknya yang masih berusia 6,5 tahun.

DN Aidit diketahui tak pernah pulang sejak saat itu, sampai akhirnya ditembak mati pada 22 November 1965 di Boyolali.

Itulah beberapa fakta dan sosok DN Aidit yang dikenal sebagai Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI). [KM-07]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.