Aliansi BEM Sembilan Universitas Kunjungi TobaPulp

Humas TobaPulp Tagor Manik (kedua dari kanan), bersama pengurus BEM sejumlah universitas melakukan penanaman kemenyan ketika berkunjung di areal HTI TobaPulp sektor Aek Nauli Kabupaten Simalungun.

PARMAKSIAN, KabarMedan.com | Aliansi sembilan perwakilan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) meninjau operasional HTI (Hutan Tanaman Industri) PT Toba Pulp Lestari,Tbk (TPL), di sektor Aek Nauli dekat Kota Parapat, serta proses produksi pulp di pabrik di Parmaksian, Toba Samosir, Senin (22/6/2015).

Aliansi itu meliputi BEM Universitas Amir Hamzah, Universitas Panca Budi, Universitas HKBP Nommensen, Universitas Islam Sumatera Utara, Universitas Al-Azhar, Universitas Dharmawangsa, Universitas Islam Negeri Sumut, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, dan Universitas Muslim Nusantara. Mereka diterima Direktur TPL Leonard Hutabarat, Manager Humas Tagor Manik, dan beberapa staf.

Kunjungan dimulai dari HTI TPL sektor Aek Nauli, dekat Kota Parapat. Para aktivis berbagai disiplin ilmu (hukum, pertanian, teknik, sosial politik, dan dakwah) dan sering “turun ke jalan” untuk menyuarakan perlindungan alam itu, menaruh perhatian khusus terhadap cara-cara pengelolaan hutan tanaman secara lestari dan berkesinambungan (sustainable). Mereka menilainya sesuatu yang unik.

Pembangunan HTI oleh TPL dengan tanaman pokok jenis ekaliptus (Eucalyptus sp) guna dijadikan bahan baku pabrik dalam menghasilkan pulp (bubur kayu) pada kenyataannya dapat disinkronkan dengan konsep perlindungan dan pelestarian hutan alam. Ini, dimungkinkan karena secara umum perusahaan hanya merencanakan pembangunan HTI, yang tidak lain dari perkebunan kayu seluas 40% dari total luas konsesi 188 ribu hektar yang tersebar di 12 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Pada hal dalam izin dimungkinkan hingga hingga 70%.

Kebijakan tersebut memberi porsi untuk konservasi hutan alam yang dipertahankan untuk fungsi lindung, di konsesi menjadi jauh lebih luas dari yang dipersyaratkan. Artinya, sebagian hutan alam yang sebenarnya layak HTI dibiarkan tetap menjadi hutan alam (tidak ditebang) dalam bentuk greenbelt (sekat antarkompartemen hutan tanaman), sempadan sungai di kiri-kanan sungai atau anak sungai, serta Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN) untuk menjamin tetap berlangsung dan berkembangnya hidup keanekaragaman hayati dalam bentuk flora dan fauna.

Para mahasiswa yang kebanyakan sudah menginjak semester akhir melihat langsung pohon-pohon ekaliptus berbagai usia (baru tanam, 6 hulan, 2 tahun, 5 tahun siap untuk dipanen) tumbuh berdampingan dengan greenbelt (hutan alam yang dipertahankan), dengan didalamnya tetap hidup pohon-pohon unggulan; salah satunya Enau (bahasa Batak : bagot atau bargot), sehingga tetap dapat diambil hasil air nira-nya oleh penduduk sekitar untuk dioleh menjadi gula-merah atau minuman khas lokal.

Baca Juga:  Hari ke 10 Operasi Patuh Toba 2024, Kejadian Laka Lantas dan Pelanggaran Menurun

Pada kunjungan ke HTI para aktivis sempat ikut menanam bibit kemenyan (Batak: haminjon), vegetasi lokal yang mengeluarkan aroma khas untuk dijadikan bahan baku kosmetik, dan asap pembakarannya jadi pelengkap ritual sesuatu kepercayaan.

Di komplek pabrik, para calon sarjana ini memperhatikan sungguh-sungguh pembibitan ekaliptus dan juga haminjon dengan mengadopsi teknologi kloning (clone). TPL menghasilkan lebih dari 2 juta bibit ekaliptus untuk ditanam di semua sektor, serta sekitar seribu bibit haminjon perbulan untuk ditanam bersama masyarakat serta untuk dibagi-bagikan secara gratis.

Haminjon, terutama dibudidayakan di garis greenbelt atau KPPN di sektor Tele (Humbang Hasundutan) sebagai salah satu habitat terbaiknya di Indonesia. Budidaya haminjon sebagai tanaman kehidupan serta perlindungannya di kawasan konservasi dan blok-blok HTI, sudah merupakan komitmen perusahaan. Seluruh hasilnya diperuntukkan bagi petani sekitar konsesi.

Selain melihat kompleks pembibitan cukup modern yang diisi ratusan ribu pohon-induk (mother plant), para mahasiswa juga menyaksikan proses pembuatan pulp (mulai dari pencincangan bahan baku, perebusan menjadi bubur, pemutihan, pengeringan, hingga pengepakan) serta proses pengolahan limbah (cair, gas, padat) yang output-nya memenuhi baku mutu.

Untuk proses di HTI perusahaan adalah penerima sertifikat PHPL (pengelolaan hutan produksi lestari) dan SVLK (sertifikat verifikasi legalitas kayu). Untuk proses di pabrik menerima ISO 9000 untuk kualitas produksi. Serta untuk proses proses di HTI dan pabrik penerima ISO 14000 dan Proper-hijau (keduanya untuk manajemen lingkungan), serta SMK3 – emas (untuk manajemen ketenagakerjaan).

Selain itu perusahaan juga menerima award berkaitan dengan penyelenggaraan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR – corporate social responsibility) atau pemberdayaan masyarakat (CD – communitiy development), nilainya sudah mendekati Rp100 miliar sejak 2003, yang dananya disisihkan dari hasil penjualan bersih (net sales).

Direktur TobaPulp Juanda Panjaitan, berpendapat para mahasiswa pada era keterbukaan dewasa ini memang perlu memahami sistem yang dijalankan perusahaan-perusahaan terkemuka, terutama apakah sudah atau belum memenuhi standar-standar mutu (produksi, lingkungan) yang dipersyaratkan oleh negara melalui berbagai undang-undang dan peraturan.

Baca Juga:  Pasangan Pengedar Sabu di Labusel Ditangkap di Kamar Kost

“Kepada setiap pengunjung, terutama mahasiswa dan para akademisi, kami selalu memperlihatkan proses-proses yang sering mengundang perhatian seperti : pembibitan, penanaman, perawatan, pembuatan pulp hingga pengolahan limbah. Tidak ada yang ditutup-tutupi agar tidak terjadi kesalahpahaman informasi,” katanya.

Usai mengikuti proses kunjungan, para aktivis mengemukakan berbagai komentar. Indra Sakti Nasution dari Univ. Amir Hamzah misalnya, menyimpulkan TPL telah melakukan operasional HTI secara legal, benar serta tidak terbukti merambah hutan masyarakat seperti dituduhkan. Berbarengan dengan pembangunan HTI, sebagian hutan alam tetap dipertahankan untuk konservasi berfungsi lindung.

Dalam mengelola limbah pun tidak ada pembuangan limbah cair ke Danau Toba, sebab Sungai Asahan yang menjadi medianya mengalir ke hilir, ke Tanjung Balai. TPL ternyata juga mengalokasikan dana CSR cukup besar dari net sales, bukan dari keuntungan. Juga ada Yayasan Bona Pasogit Sejahtera yang menyelenggarakan pendidikan cukup berkualitas (PAUD, SD, SMP) untuk anak-anak karyawan dan masyarakat.

Dengan nada menyelidik ia menengarai penghembusan isu perusakan lingkungan yang selama ini dialamatkan ke perusahaan bernuansa sarat “kepentingan tertentu” yang bisa jadi tidak lepas dari persaingan bisnis, mengingat produksinya berorientasi ekspor, serta kenyataannya memperoleh pengakuan internasional (ISO).

Sementara itu, Muhammad Iqbal, perwakilan mahasiswa UMSU, juga mengatakan tidak melihat sama sekali perusakan hutan di HTI sebagaimana diisukan secara negatif oleh segelintir kalangan baik melalui media massa maupun pada pertemuan-pertamuan resmi dan aksi jalanan.

“Faktanya, sejauh kami saksikan, semua ter-manage dengan baik. Sudah sesuai peraturan dan prosedur baku. Dalam hal masih ada hal-hal yang belum memenuhi keinginan semua pihak, mari duduk bersama mencari resolusi,” katanya.

Senada, Unedo Aritonang, mahasiswa asal Univ. HKBP Nommensen berpendapat pemerintah memang perlu bersikap tegas dalam memberikan sanksi kepada perusahaan yang nyata-nyata melanggar peraturan terutama di bidang lingkungan. Tetapi, sebaliknya, mesti tegas juga memberikan dukungan terhadap investasi yang nyata-nyata berkinerja baik, dalam arti tidak boleh diam dengan membiarkannya dikriminalisasi tanpa dasar dan bukti.

“Keamanan dan kenyamanan berinvestasi perlu dijamin bila kita menginginkan investasi menjadi pilar ekonomi nasional,” ujarnya. [KM-01]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.