LANGKAT, KabarMedan.com | Petugas Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BB TNGL) membongkar perdagangan paruh burung Rangkong di Desa Namotongan, Kecamatan Kutambaru, Kabupaten Langkat. Dua orang pelaku Jamas (37) warga Desa Namotongan, dan Alba (28) warga Pekanbaru diamankan saat melakukan transaksi di Desa tersebut.
Dari keduanya, petugas menyita 12 paruh burung Rangkong yang sudah dibersihkan dan siap untuk dijual, peralatan berburu berupa senapan angin yang sudah dimodifikasi, timbangan, dan 2 unit handphone.
Kepala BBTNGL, Andi Basrul, mengatakan praktik perdagangan paruh burung Rangkong diduga telah berlangsung selama belasan tahun.
“Dari pengakuannya, kedua pelaku telah melakukan penjualan ini selama belasan tahun,” jelasnya, Minggu (14/6/2015).
Dijelaskannya, praktik perburuan burung Rangkong untuk mengambil paruhnya ternyata muncul karena tingginya harga burung yang dilindungi tersebut.
“Setiap paruhnya dihargai sekitar Rp 9 juta dengan perincian Rp 90 ribu per gram. Sementara berat 1 paruh burung Rangkong bisa mencapai 100 sampai 120 gram,” katanya.
Tidak diketahui secara pasti mengapa harga paruh burung Rangkong itu memiliki harga yang sangat tinggi. Namun informasi yang diterima, paruh tersebut dijual untuk dijadikan obat. Pemasarannya sendiri hingga ke luar negeri.
“Ada ke Tiongkok, Hongkong, dan Vietnam,” ujarnya.
Dijelaskannya, saat ini pihaknya masih melakukan pengembangan terhadap kasus ini.
“Keduanya kita ancam dengan UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta,” sebutnya.
Salah satu pelaku, Jamas (37) mengaku, praktik perdagangan paruh burung Rangkong dilakukan untuk membantu warga di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang kesehariannya berprofesi sebagai pemburu satwa.
“Saya hanya sebagai perantara dan membantu mata pencaharian warga,” akunya.
Jamas mengaku, para pemburu biasanya menjual paruh burung Rangkong yang sudah bersih kepadanya. Dimana bagian atas paruh tersebut sudah dipotong, sehingga yang tersisa hanya cangkang batok dan paruh atas.
“Selebihnya, bagian paruh tersebut dibuang. Setiap paruh tersebut dibelinya dengan harga Rp 50 ribu per gram dan dijual kepada pemesan seharga Rp 90 ribu per gramnya. Pemesannya datang dari Jakarta, saya nggak tau mau diapakan paruh itu,” ungkapnya. [KM-03]