PONTIANAK, KabarMedan.com | Merantau jauh dari kampung halaman, tidak berarti harus terlepas dari akar budaya dan kebersamaan dengan kerabat. Hal ini tampaknya dibuktikan ribuan orang yang berkumpul dalam penyelenggaraan Festival Seni Budaya Batak, Jumat (4/11/16) malam lalu di Pontianak Convention Center (PCC), Pontianak, Kalimantan Barat.
Acara itu dihadiri segenap pengurus Kerabat, tokoh masyarakat Sumut, Dr RE Nainggolan, MM dan tokoh Batak dari Jakarta, Ir Sukur Nababan, Ir Anggiat Simanjuntak, Bendahara Panitia Harris Siahaan,SH, pengurus Yayasan Cinta Budaya Bona Pasogit (YCBP).
RE Nainggolan mengungkapkan, hubungan kekerabatan merupakan karakter khas Batak yang sangat membanggakan. “Saya kira hanya kita orang Batak, yang memiliki sistem kekerabatan demikian jelas dan rinci. Setiap orang memiliki marga, dan punya nomor atau tingkat generasi. Dengan itu, orang Batak langsung mengetahui posisinya, apakah sebagai hula-hula (kula-kula/kelimbubu/mora), dongan tubu (dengan tubuh/senina/kahanggi), atau anakboru (anakberru). Dalihan Natolu adalah nilai yang melekat dalam diri setiap orang Batak,” katanya dalam rilis yang diterima, Selasa (8/11/2016).
Dimana pun orang Batak langsung bisa klop dan terkait satu sama lain. “Selalu ada jalur yang menghubungkan kita satu sama lain, tidak saja dalam lingkup subetnis yang sama, tetapi juga Toba dengan Karo atau Pakpak. Karena marga dalam setiap subetnis Batak, ada padanan atau persamaannya,” ujar RE.
Hal senada juga disampaikan Sukur Nababan. Ia mengingatkan perlunya menjaga hubungan kekerabatan di antara sesama perantau. “Jika di dalam internal kita sesama orang Batak sudah baik hubungannya, tentu akan lebih mudah pula membangun hubungan yang saling menghargai dengan pihak lain, termasuk masyarakat setempat,” ungkapnya.
Orang Batak juga diminta berperan aktif membangun masyarakat di mana pun mereka berada. “Kita harus menjadi bagian utuh dari tempat kita mencari penghidupan. Berperan aktif, dan ikut dalam proses pembangunan dan menjaga keutuhan dan harmoni di tengah masyarakat,” jelasnya.
Dalam festival itu, 5 finalis vocal group tampil memukai pengunjung, yaitu vocal grup dari SMAN 1 Pontianak, vocal grup dari sub-etnis Nias, Karo, dan dua grup vokal dari Batak Toba (Sinaga Grup dan Raja Sonang Voice). Sebelumnya, kelima finalis ini telah menyisihkan grup vokal lain pada babak penyisihan yang digelar pada Sabtu (22/10/2016) lalu.
Selain penampilan Grand Final Festival Vocal Group, festival juga diramaikan dengan beragam hiburan budaya Batak seperti Tortor, Lompat Batu Nias, dan juga dimeriahkan penampilan lima artis ibukota, yaitu Joel Simorangkir, Trio Ambisi, Vanda Hutagalung dan penyanyi legendaris Rita Butar-butar.
“Kegiatan ini merupakan salah satu cara kita untuk menyampaikan pesan, terutama kepada generasi muda Batak, agar senantiasa mengenali budayanya. Generasi muda perlu mengetahui budaya yang diwariskan para leluhur orang Batak, agar kelak bisa pula diteruskan kepada anak dan cucu mereka,” ujar Ketua Panitia Pergelaran Manaek Gultom SE dalam laporannya.
Kegiatan ini bertujuan menyampaikan budaya Batak kepada generasi muda, selain itu juga dijadikan sebagai obat penawar rindu terhadap kampung halaman. “Kami sengaja mendatangkan artis ibukota untuk meramaikan acara budaya ini. Harapannya generasi muda lebih menghargai dan melestarikan kearifan lokal dan budaya Batak itu sendiri. Tentu saja bukan hanya etnis Batak. Kami berharap event ini disaksikan multietnis,” ucap Manaek.
Manaek menjelaskan, banyak pesan dan petuah yang disampaikan para orangtua dahulu melalui lagu dan tarian dan hal itu diharapkan bisa menjadi pedoman pada generasi untuk mengetahui dan menghayati kearifan budaya.
Manaek mengungkapkan, kegiatan serupa pernah dilaksanakan delapan tahun silam, sehingga ini merupakan kali kedua di Kalbar. Dia berharap ke depan kegiatan serupa bisa diselenggarakan pada periode dua atau tiga tahun sekali.
Ketua Pengurus Masyarakat Batak di Kalimantan Barat, Rihad Natsir Silalahi, mengatakan, pergelaran seni budaya tersebut kiranya dapat pula meningkatkan persatuan dan persaudaraan antar sesama. “Melalui seni budaya, mari hidup rukun dan damai, dan memupuk persaudaraan di Kalbar,” ujar Silalahi.
Pemilihan Ucok dan Butet
Even tersebut juga diramaikan dengan empat acara inti yakni Festival Vocal Group, Pemilihan Ucok-Butet, kemudian pagelaran tortor dan tarian multi etnis. “Di perantauan, termasuk di Kalbar ini tidak ada wadah atau tempat khusus untuk mempelajari budaya-budaya Batak. Maka melalui event inilah, kami berharap para muda-mudi Batak Kalbar mengetahui budayanya,” kata Manaek Gultom.
Event ini juga diharapkan mampu membantu pemerintah untuk membangun atau sekadar mempromosikan daerah. Atas dasar itulah, panitia mengangkat tema ‘Melalui seni budaya tercipta harmonisasi antaretnis dalam mengoptimalkan prakarsa dan karsa untuk mendorong percepatan pembangunan’.
“Harapan kami, para peserta baik festival vocal group maupun kontestan Ucok-Butet menghormati, menghargai dan memberikan apresiasi terhadap seni budaya etnis lainnya khususnya di Pontianak dan umumnya Kalimantan Barat,” imbuhnya.
Khusus festival vocal group, kata Manaek, tiap peserta membawakan satu lagu wajib dan satu lagu pilihan. “Melalui kegiatan ini diharapkan mampu memperkenalkan lagu-lagu batak dari berbagai sub etnis Batak, yang tentu saja bermuatan moral dipadukan kekayaan seni musik Batak,” akunya.
Kemudian pada pemilihan Ucok-Butet, sama halnya dengan festival vocal group yakni melibatkan seluruh sub etnis Batak yakni, Toba, Pakpak/Dairi, Mandailing, Simalungun, Karo dan Nias. “Pemilihan Ucok-Butet ini seprti halnya Ako-Amoi atau Koko-Memei di etnis Tionghoa, Bujang-Dare Gawai, Bujang-Dare Melayu dan Lanceng-Praben di etnis Madura. Tujuannya, membangkitkan kembali kepedulian generasi muda akan pentingnya pengetahuan budaya” kata Manaek. [KM-03]