MEDAN, KabarMedan.com | Peristiwa pahit dialami Sri Dewi Sulistina (28). Warga Medan ini diperlakukan tidak layak dan dideportasi oleh pihak imigrasi Malaysia tanpa alasan yang jelas.
Didampingi Direktur LBH IKADIN Sumut, Dedi Harianto Marbun, Wakil Ditektur Weriyus Weston, Sekretaris M Rizal, serta Humas Andrie Gusti Ari Sarjono dan Roy Simamora, Tim Litigasi Junida Mariana dan Syawalisa, korban menceritakan peristiwa yang dialaminya, Kamis (25/8/2016).
Sri menceritakan, kejadian berawal saat ia berangkat ke Malaysia pada tanggal 17 Agustus 2016. Saat tiba di Bandara KLIA 2 pada pukul 23.00 waktu Malaysia, pihak imigrasi Malaysia di Bandara KLIA 2 meminta Sri masuk ke kantor mereka.
Pihak Imigrasi lalu memeriksa paspor dan menginterogasi Sri perihal kedatangannya ke Malaysia. “Saya jawab kedatangan saya untuk berlibur dan mengunjungi teman-temanku. Kebetulan teman-temanku banyak di Malaysia,” kata Sri.
Petugas Imigrasi bernama Afifi lalu melihat paspor Sri dan menyatakan bahwa dirinya sering bolak-balik ke Malaysia. “Saya jawab memang benar saya sering bolak-balik ke Malaysia. Namun, saya tidak pernah overstay selama berada di Malaysia. Saya juga disuruh ke Kantor Imigrasi di Jalan Duta. Pihak Imigrasi Jalan Duta bilang saya gak ada masalah apa-apa,” jelasnya.
Petugas Imigrasi Malaysia di Bandara KLIA 2 tetap menyatakan bahwa Sri tidak dibenarkan masuk ke Malaysia, dan menyuruhnya menunggu berjam-jam. “Setelah menunggu lama, petugas imigrasi Malaysia menyatakan bahwa saya akan dideportasi langsung ke Indonesia,” ungkapnya.
Anehnya, petugas Imigrasi Malaysia di Bandara KLIA 2 menyuruh temannya untuk memanggil Sri untuk masuk ke ruangan, dan barang-barang seperti HP, tas, dll miliknya disita. “Saya terkejut kenapa barang-barangku disita. Namun mereka (petugas imigrasi=red) mengaku akan mengembalikan barangnya setelah keluar dari imigrasi Malaysia,” ucapnya.
Setelah itu, petugas Imigrasi menyuruh Sri untuk masuk ke ruang tunggu yang ternyata ruangan itu adalah sel. Di ruangan itu tidak ada tempat tidur, kursi atau semacamnya. Bahkan, ruangan itu hanya ada toilet yang tidak memiliki pintu, serta jeruji besi yang digembok agar tidak bisa keluar masuk.
“Saya sangat kecewa dengan pihak imigrasi Malaysia. Mereka sungguh tega memperlakukan pengunjung seperti saya seperti tahanan yang terlibat kasus kriminal. Kami tidur hanya memakai kardus,” jelasnya.
Bersama warga negara lain yang juga diperlakukan sama, mereka diberi makanan dan minum layaknya di penjara. “Di dalam sel ada pengunjung yang sudah saya jadikan teman kelaparan dan muntah-muntah dan meminta makan, Tapi petugas imigrasi Malaysia malah tertawa. Petugas imigrasi Malaysia juga berkata sudah tahu sakit kenapa datang ke Malaysia,” tuturnya.
Perlakuan tidak layak petugas imigrasi Malaysia lainnya adalah, menyuruh pengunjung yang ditahan keluar dari sel untuk mengambil makanan dan kembali masuk ke dalam sel dengan waktu relatif singkat sembari marah-marah.
“Kami juga tidak dibenarkan mengambil air lebih dari 2 botol. Kalau ada air sisa, dilempar untuk diperebutkan sampai pengunjung dari berbagai negara merangkak mengejar air minum itu. Kami kan bukan kriminal, dan semua dilindungi Undang-Undang. Kami gak dikasih menghubungi keluarga. Setiap kami minta waktu memghubungi keluarga mereka marah-marah,” tukasnya.
Setelah dua hari ditahan di sel imigrasi Malaysia, pada tanggal 19 Agustus 2016 pukul 16.00 waktu Malaysia, ia bersama dua orang lainnya dideportasi ke Medan dengan pengawalan ketat petugas imigrasi Malaysia di Bandara.
“Kami sungguh terlihat seperti penjahat besar yang mereka takut kami melarikan diri. Setelah sampai di ruang tunggu, barang-barang kami dibalikkan dan mereka pergi begitu saja tanpa menjelaskan apa-apa,” ujarnya.
Yang lebih parahnya, pelayanan tidak baik ditunjukkan pramugari Air Asia. Mereka menahan Sri dan dua orang rekannya yang dikenal didalam sel imigrasi Malaysia untuk masuk ke dalam pesawat bersama penumpang lain.
“Kami harus menunggu penumpang lainnya naik terlebih dahulu, baru kami bisa naik. Mereka juga tidak ramah dan memandang kami dengan wajah sinis. Paspor kami juga tidak diberikan. Mereka beralasan akan mengembalikan paspor itu saat sampai ke Indonesia,” imbuhnya.
Sesampainya di Bandara KNIA, Sri pun mendatangi kantor imigrasi Medan untuk menanyakan perihal kenapa dirinya dideportasi dan paspor miliknya di cap NTL.
“Pihak imigrasi Bandara KNIA bilang semua aman dan tidak overstay. Mereka juga bingung kenapa kenapa paspor saya cap NTL (tidak dibenarkan lagi masuk ke Malaysia). Pihak imigrasi Bandara KNIA juga sempat marah kenapa pihak imigrasi Malaysia berbuat seperti itu,” katanya.
Dirinya berharap, pihak imigrasi Indonesia dan Kedutaan Indonesia di Malaysia memberikan perlindungan warga negara Indonesia yang berkunjung ke Malaysia. “Aku gak mau warga Indonesia lainnya mengalami kejadian seperti saya,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur LBH IKADIN Sumut, Dedi Harianto Marbun menyatakan, pihaknya telah menemui Konjen Malaysia di Medan untuk mempertanyakan perihal perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan petugas imigrasi Malaysia terhadap Sri.
“Tanggal 24 Agustus 2016, kami telah bertemu langsung dengan Konjen Malaysia di Medan. Mereka menyatakan tidak mengetahui pelayanan petugas imigrasi Malaysia seperti itu,” sebutnya.
Pihak Konjen Malaysia di Medan juga tidak mengetahui alasan petugas imigrasi Malaysia mencap NTL terhadap paspor Sri. “Pihak Konjen menyatakan tidak ada yang salah dengan paspor Sri. Mereka akan secepatnya mencari tahu tentang permasalahan ini,” ujarnya.
Dirinya menilai, apa yang dilakukan petugas imigrasi Malaysia telah melanggar HAM. Pasalnya, pihak Imigrasi Malaysia telah menahan Sri dan warga lainnya seperti tahanan kriminal.
“Hak Azazi Manusia Sri sudah dirampas, karena ditahan dan dideportasi tanpa alasan yang jelas,” katanya. Untuk itu, pihaknya meminta Konjen Malaysia di Medan untuk memperhatikan dan mengintropeksi kembali terhadap palayanan petugas imigrasi Malaysia kembali. [KM-03]