“Kalau dari gaji Lurah ini saja mana cukup, anak sudah dua.. Kita kan juga mau bergaya..,” Iqbal Samosir, Lurah Sidorame Barat I, Kecamatan Medan Perjuangan.
KABAR MEDAN | Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sumatera Utara, Abyadi Siregar, meminta Walikota Medan Dzulmy Eldin memeriksa Iqbal Samosir selaku Lurah Sidorame Barat-I, Kecamatan Medan Perjuangan, terkait dengan pengutipan uang untuk pengurusan surat kematian dan ahli waris sebesar Rp 750 ribu di kelurahan tersebut. Bila terbukti ada staf kelurahan yang meminta uang sebesar itu, Walikota harus mengambil tindakan.
“Bila terbukti ada Staf kelurahan yang meminta uang Rp 750 ribu untuk pengurusan surat kematian itu, maka harus diberi tindakan tegas. Dan bila tindakan staf kelurahan itu atas arahan dari lurah, maka lurahnya juga harus ditindak,” tegas Abyadi Siregar, Minggu (23/11/2014).
Namun, Abyadi meminta agar proses pemeriksaan itu dilakukan secara fair dengan terlebih dahulu memintai keterangan warga yang menjadi korban. Kepada warga yang mengurus surat tanda kematian itu, juga harus diminta penjelasan secara jelas, apakah mereka benar diminta uang sebesar Rp 750 ribu untuk pengurusan surat kematian dan ahli waris itu.
Selanjutnya, kata Abyadi, staf kelurahan yang disebut meminta uang itu juga harus dimintai keterangan. Bila perlu, lakukan konfrontir antara warga yang jadi korban dengan staf kelurahan yang meminta uang. Dengan demikian, akan terungkap informasi yang sebenarnya.
Abyadi Siregar sendiri bersama Asisten Ombudsman Sumut, Ricky Nelson Hutahean dan Tetty Boru Silaen sudah langsung menemui Lurah Iqbal untuk mempertanyakan kutipan tersebut, Jumat (21/11/2014). Kepada Abyadi Siregar dan tim, Iqbal membenarkan stafnya meminta uang untuk pengurusan surat kematian. Tapi ia membantah besarannya Rp 750 ribu.
“Staf saya memang meminta uang. Tapi bukan Rp 750 ribu, melainkan Rp 250 ribu,” kata Iqbal.
Ketika ditanya apa landasan hukum pengutipan uang untuk surat kematian itu, Iqbal tak bisa menjawab. Ia mengaku tidak ada peraturan yang mengatur biaya pengurusan surat tersebut. “Itulah yang saya harapkan, agar dibuat peraturannya,” kata Iqbal.
Iqbal mengaku siap dipanggil walikota dan Komisi A DPRD Medan terkait hal ini. “Saya siap dipanggil Walikota dan Komisi A. Justru saya mau bilang nanti sama Komisi A agar dibuat saja peraturannya untuk pengurusan surat ahli waris ini. Kalau Rp10 ribu kita minta Rp 10 ribu. Jadi kita juga bekerja ada payung hukumnya, tidak seperti ini,”
tegasnya.
Iqbal tanpa sungkan juga mengatakan bahwa gaji lurah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. “Kalau dari Lurah ini saja mana cukup Pak, anak sudah dua. Kita kan juga mau bergaya,” ujar Iqbal tersenyum.
Terkait kutipan surat kematian dan ahli waris itu, Iqbal mengaku pada akhirnya tidak ada uang sebesar Rp 750 ribu atau Rp 250 ribu yang diterima kelurahan dari warga yang mengurus itu. Warga itu hanya memberikan Rp 100 ribu sebagai ungkapan terimakasih.
Abyadi menegaskan, tindakan pengutipan uang untuk pengurusan surat kematian merupakan praktik pungutan liar (pungli).
“Perilaku buruk seperti inilah yang saat ini merasuki birokrat. Dan ini tidak bisa dibiarkan dan harus diberantas. Saya sangat apresiasi dengan Pak Walikota saat mencopot pegawai Disdukcapil Medan beberapa waktu lalu karena diketahui melakukan pungli. Nah karena itu, untuk kasus ini, bila memang sudah terbukti, walikota juga harus bertindak yang sama, yakni melakukan tindakan tegas,” kata Abyadi Siregar.
Abyadi mengingatkan, Walikota jangan membiarkan aparatnya seperti ini. Karena tindakan pungli seperti ini justru akan memperburuk citra Walikota sendiri dalam upaya memperbaiki pelayanan publik yang kini semakin ditingkatkan di Kota Medan.
Sementara itu, Haslan M Tambunan, keluarga Alm Asmadi Tambunan yang sebelumnya mengurus surat keterangan kematian dan ahli waris di Kelurahan Sidorame Barat I yang dikonfirmasi membenarkan, proses surat menyurat di kelurahan tersebut telah selesai dan hanya mengeluarkan biaya Rp 100 ribu.
“Itu diberikan secara sukarela setelah kami(keluarga) bertemu Lurah. Namun sebelumnya, sempat terjadi adu argumen dengan staf Lurah hingga melaporkan peristiwa penarifan biaya tersebut ke Camat Medan Perjuangan,” katanya, Minggu (23/11).
Menurut warga Asrama Kowilhan Jl Sejati Kelurahan Sidorame Barat I Kecamatan Medan Perjuangan, pematokan biaya kepengurusan surat kematian dan ahli waris tak logika dan tidak mendasar. “Ada ngak Perda Retribusinya? Kalau ada berapa?” ucap Haslan yang mengaku sempat mempertanyakan perihal itu kepada staf Kelurahan Sidorame Barat I, bernama Putri.
Haslan yang sudah 27 tahun tinggal di Kelurahan Sidorame Barat I menyebutkan, peristiwa ini tak akan terungkap ke publik jika pihak kelurahan tidak melakukan pematokan biaya penyelesaian surat keterangan kematian dan ahli waris sebesar Rp 750 ribu. “Saya menilai, kenekatan staf kelurahan menarifkan biaya tersebut mendapat intruksi dari atasan. Kalau tidak, mana berani ‘bermain’,” cetusnya.
Sebagai warga berharap, Walikota tidak menutup mata dan dapat mengevaluasi pejabat-pejabat di Pemko Medan baik di tingkat Lurah, Camat hingga SKPD yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat. “Agar kasus ini tak terulang terjadi dialami warga lainnya yang sedang mengalami musibah seperti kematian di keluarganya, yang membutuhkan surat keterangan,” ucapnya. [KM-01]