Kesulitan Ekonomi dan Optimisme Nelayan di Tengah Pandemi COVID-19

Seorang nelayan di Desa Jaringalus melaju dengan perahunya menuju pulau. Sulitnya ekonomi di masa pandemi COVID-19 dialami semua lapisan masyarakat. Optimisme harus tetap dibangun agar bisa melewati masa sulit.

MEDAN, KabarMedan.com | Pandemi COVID-19 berdampak ke semua sektor kehidupan. Tak terkecuali bagi nelayan yang tinggal di pulau terpencil. Perekonomian semakin sulit, hasil laut tak seberapa tapi optimisme harus tetap dibangun agar tetap sehat dan bisa lepas dari belenggu.

Dihubungi via telepon, Rustam, seorang nelayan di Desa Jaringalus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat mengatakan, pada awal munculnya virus yang mematikan ribuan orang di seluruh dunia itu, kehidupan masyarakat nelayan sudah sulit.

“Ditambah lagi ada COVID-19 ini, semakin lengkap lah kesulitan nelayan ini, apalagi kami ini di pulau,” katanya, Senin (5/10/2020) sore.

Rustam menjelaskan, kehidupan nelayan di Jaringalus semakin sulit dari tahun ke tahun. Padahal, dulunya desanya pernah terkenal hingga manca negara sebagai salah satu penghasil ikan kerapu kualitas ekspor. Jumlah ekspornya pun tidak sedikit.

Namun, berangsur jumlahnya semakin merosot dengan rusaknya lingkungan. Dimulai dari air laut yang semakin banyak mengandung lumpur, kemudian sampah laut yang tak bisa dibendung, masuk ke pemukiman saat air pasang setelah banjir di darat.

“Makin berlumpur dan sampah. Memang itu masalah utama kami di pulau. Tak tahu harus dibuang kemana. Saya yakin, masalah sampah di pulau beda dengan yang didara. mau diangkut kemana,” katanya.

Awal tahun 2000-an, adalah tahun-tahun berat bagi nelayan. Desa Jaringalus yang dulunya memiliki ribuan keramba atau kolam apung di di dekat dermaga, kini tinggal sekitar 200 – 300-an saja yang masih aktif. Dulu, ikan kakap, kerapu, nila, dan lainnya, bisa dengan mudah dibudidayakan oleh nelayan.

“Tapi sekarang tinggal sedikit saja yang masih aktif. Sedikit ‘kali dibandingkan dulu yang bahkan kapal dari luar, nunggu agak di tengah sana untuk ambil kerapu dari sini. Kualitasnya bagus, jumlahnya pun tak sedikit lah dari sini, ekspor kerapu dari sini,” katanya.

Rustam, nelayan Desa Jaringalus, Kecamatan Secanggang, Langkat Rustam optimis bahwa kehidupan akan berputar. Saat ini, lanjutnya, adalah beban berat bagi banyak orang. Tidak hanya sebagai nelayan, tetapi profesi lain juga mengalami kesulitan.

Sebelum munculnya pandemi COVID-19, kehidupan nelayan yang sulit disebabkan karena tangkapan ikan yang terus menurun. Hidup dari laut, kata dia, tidak lagi menjadi sumber penghidupan nelayan yang menjanjikan.”Tak sedikit yang akhirnya menginginkan anaknya bekerja di sektor lain di kota,” katanya.

Kini, dengan adanya pandemi COVID-19 pendapatan dan pengeluaran semakin tidak seimbang. Pendapatan nelayan, kata dia, hanya dari laut. Sedangkan, tangkapan dari laut pun semakin terbatas. Di saat yang sama, kata dia, pengeluaran nelayan juga terus bertambah.

“Apalagi untuk sekolah. Harus daring, berarti kan perlu kuota. Tak semuanya punya kelebihan untuk membeli kuota,” katanya.

Namun demikian, Rustam optimis bahwa kehidupan akan berputar. Saat ini, lanjutnya, adalah beban berat bagi banyak orang. Tidak hanya sebagai nelayan, tetapi profesi lain juga mengalami kesulitan. “Kita sebagai manusia kan harus tetap berusaha dan berdoa. Ikhtiar kita adalah untuk ibadah. Saya yakin situasi akan terkendali,” katanya.

Menurutnya, saat ini, optimisme harus dibangun karena hal tersebut berangkat dari keyakinan manusia akan kebaikan Sang Pencipta. “Apalagi kan kita ini sebagai makhlukNya, berdoa kepadanya semoga kita semua selalu sehat, dan yang sakit pun segera sembuh. Itu kan harapan kita semua,” katanya.

Seseorang melintas di titi apung di Desa Jaringalus menuju perahu, beberapa waktu lalu. Nelayan membangun optimisme di tengah pandemi COVID-19.

Hal yang sama diungkapkan oleh Ikhwan Sanusi, seorang nelayan di Belawan yang mengaku sudah 3 bulan tidak bekerja. Saat ini, Ikhwan bekerha serabutan. Kadang mencari ikan, kadang kuli bangunan, kadang tukang parkir, kadang menjadi supir.

“Apapun lah kita buat agar bisa selamat di situasi sulit sekarang ini,” katanya.

Dikatakannya, pada awalnya dia sempat merasa khawatir berlebihan di tengah pandemi. Betapa tidak, lanjutnya, informasi tentang jumlah yang terpapar COVID-19, orang yang meninggal, yang sembuh, sulitnya pengendalian, penyebaran yang semakin luas, tak pernah berhenti diberitakan.

“Dulu sering kali mengikuti beritanya. Itu bikin pusing. Khawatir ‘kali. Kalau saya ikuti perasaan itu, bisa pusing. Betul kata orang, jaga kesehatan dengan masker, cuci tangan, jaga jarak itu lah. Satu lagi, menjaga perasaan tetap bahagia, walaupun susah,” katanya sambil tertawa.

Dikutip dari akun YouTube milik Humas Sumut, update terkini perkembangan COVID-19 di Sumut per 5 Oktober 2020, jumlah orang yang terkonfirmasi positiv COVID-19 terdapat pertambahan sebanyak 644, menjadi 10.771 orang.

Kemudian yang meninggal dunia sebanyak 446 orang. Sedangkan jumlah yang sembuh, sebanyak 7.666 orang, bertambah 1.103 orang. Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Sumatera Utara, Mayor Kes. dr. Whiko Irwan D., Sp.B, angka kesembuhan di Sumut cukup tinggi, yakni 70.63 persen.

“Angka kesembuhan 70,63 persen, meningkat secara signifikan 6,46 poin dibandingkan minggu sebelumnya, 64,17 persen. Angka kesembuhan ini diperoleh dari peningkatan jumlah sembuh yang lebih besar dibandingkan penderita konfirmasi baru dalam beberapa minggu terakhir,” katanya. [KM-05]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.