MEDAN, KabarMedan.com | Pandemi COVID-19 yang terjadi di Indonesia belum menampakkan akhir. Jumlah pasien positif juga terus bertambah. Begitu juga yang sembuh.
Dari sekian ribu yang dinyatakan sembuh setelah 2 kali menjalani test swab, 3 orang di antaranya berbagi cerita. Dari yang tidak memiliki gejala hingga yang reaktifasi. Dia adalah M. Aulia Aqsa (24) yang merupakan anggota DPRD Sumut.
Setelah dinyatakan positif COVID-19, ia pun menjalani isolasi di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada 18 Maret 2020.
Pria yang akrab dipanggil Mara itu mengaku, awalnya bepergian ke sejumlah daerah di Indonesia berkaitan dengan statusnya sebagai wakil rakyat.
Tercatat, pada 8 Maret 2020 ia berangkat ke Jakarta. Dua hari kemudian ia bertolak ke Menado dan kembali pulang ke Medan pada 14 Maret 2020
Sehari kemudian Mara demam. Dirinya mengikuti rapid test dan hasilnya reaktif. Berlanjut dengan pemeriksaan swab menggunakan metode PCR, ia dinyatakan positif.
Hasil swab tersebut diterimanya setelah 6 hari dirawat di rumah sakit. Namun demikian, saat itu ia sudah tidak dalam kondisi demam, tidak batuk, tidak sesak nafas. Kondisi kesehatannya stabil.
Status Mara yang positif Covid-19 diungkap oleh sangk ayah Agustama, yang pernah menjabat Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara. Padahal, tak banyak yang mau mengungkap atau mengakui dirinya positif Covid-19. Aulia adalah pengecualian karena justru ayahnya sendiri yang menyampaikannya.
Alasannya, Mara bepergian ke Jakarta hingga Menado tidaklah sendirian. Rekan-rekannya pun tidak semuanya imun. Mengungkap status positif COVID-19 juga karena pertimbangan manusiawi.
Selain itu agar tidak salah langkah. Membuka identitas supaya teman-temannya juga mengetahui sehingga upaya pencegahan bisa dilakukan sejak dini.
“Saya pernah jadi kadis, jadi saya paham itu. Harus dijalani itu (isolasi) karena sudah jadi protokol. Orang lain menutup identitasnya silakan, kita jangan,” katanya saat itu.
Pada 4 April 2020 Mara dinyatakan sembuh dari COVID-19 setelah menjalani isolasi di RSUP Adam Malik Medan.
Saat dihubungi, Mara antusias menceritakan aktifitasnya setelah sembuh. Ia mengaku, aktifitasnya sebagai wakil rakyat telah kembali dilakukan seperti rapat, dan memantau kabupaten/kota dalam distribusi sembagi ke masyarakat.
“Selain itu melihat kesiapan rumah sakit di kabupaten/kota, gugus tugas, semua lah. Alhamdulillah sudah normal kembali,” katanya.
Sebagai orang yang pernah menerima surat pernyataan sebagai positif COVID-19 dan sembuh, ia melihat saat ini masih banyak masyarakat yang masih belum menjalankan protokol kesehatan, mengaku masih merasa was-was.
“Karena kita sudah merasakan, melihat langsung bagaimana COVID-19.” katanya.
Ia mengaku, masih banyak orang di Medan khususnya yang masih kurang kesadarannya dalam upaya memutus rantai penularan dengan menjalankan protokol kesehatan. Masih sangat dibutuhkan komunikasi, edukasi, informasi dari Gugus Tugas Kabupaten/kota untuk kepada masyarakat luas.
“Makanya masih normal-normal aja ini. Mungkin ada sebagian yang menjalankan protokol kesehatan, sebagian lagi tidak. Karena juga faktor ekonomi atau lainnya membuat mereka tetap harus beraktifitas seperti biasanya dulu,” cetusnya.
Di Sumut, kata Mara, masih ada 15 kabupaten/kota yang (kini 13) ‘bersih’. Agar masyarakat terlindungi dari penularan, katanya, secara kebijakan seharusnya dibuat dulu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“Mungkin bisa menggunakan pedoman PSBB seperti yang dilakukan di Jakarta dan provinsi lainnya atau nggak. Bisa melihat apakah efektif dilakukan di Sumatera Utara,” katanya.
Muncul wacana new normal, menurutnya saat ini harus dipahami sebagai masa transisi dan dimanfaatkan untuk lebih serius dalam sosialisasi kepada masyarakat.
“New normal ini dibutuhkan masa transisi. Di masa transisi ini, masa untuk edukasi. Makin digiatkan untuk informasi. Ini kan tidak ada ini. Apa layanan komunikasi informasi edukasi,” katanya.
Gugus Tugas, kata Mara, saat ini masih hanya melaporkan kasus orang-orang yang terpapar, mulai dari jumlah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), pasien positif COVID-19, jumlah yang meninggal dan lain sebagainya.
Karena itu, lanjutnya, edukasi, informasi, komunikasi sangat penting dilakukan sehingga banyak masyarakat yang tersadarkan.
Kedisiplinan masyarakat juga harus ditingkatkan. Menurutnya, masih belum cukup dengan membubarkan atau menutup warnet yang ramai pengunjungnya saja.
Tetapi, edukasi kepada mereka yang ada di dalam lebih penting. Mereka, kata dia, harus disadarkan pentingnya protokol kesehatan.
“Ini yang sangat penting dilakukan kalau mau benar-benar new normal. Edukasi informasi. Protokol kesehatan masih sangat kurang dijalankan,” katanya.
Satu hal juga sangat penting adalah tentang mindset masyarakat terhadap orang yang terpapar COVID-19. Mereka yang terpapar sangat membutuhkan dukungan, semangat, dan doa. Pasalnya, terpapar COVID-19 bukanlah aib, tak juga memalukan.
“Menganggapnya aib atau memalukan, itu adalah bukti kurangnya edukasi. Jauh lebih baik kalau diberi dukungan dan semangat, bantu keluarganya, insyaalah orang akan ngaku, saya tak enak badan, saya mau periksaan ini,” katanya.
Sebelum new normal diberlakukan, masyarakat harus lebih disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. Mengenai kabupaten/kota yang masih ‘bersih’ dari Corona, harus dilakukan kajian dulu kelayakan kesiapan new normal.
“Saya kira walau daerahnya zona merah sekalipun, kalau dilakukan protokol kesehatan dan disiplin, insyaalah makin baik,” jelasnya.
Perantauan dari Medan Sekeluarga Positif COVID-19
Maulana (32) sejak 4 tahun lalu merantau ke Jakarta. Saat ini ia tinggal di Kemayoran. Selama ini dirinya menyewa sebuah tempat di kawasan pertokoan Tanah Abang berjualan pakaian.
Usahanya lancar. 4 adiknya lalu menyusulnya ke Jakarta dan ikut berjualan di tokonya. Pada 10 Mei 2020, ia dan tiga 3 adik laki-laki serta 1 adik perempuannya dinyatakan positif COVID-19. Dirinya pun syok. Begitu juga orangtuanya di Medan.
“Waktu itu kita ikut rapid test massal di sekitar 7 Mei. Kita ikut rapid test massal yang digelar RW (rukun warga) hasilnya negatif (non reaktif). Tapi ada adik yang hasilnya positif (reaktif.) kita diswab. Setelah diswab, positif,” katanya.
Setelah menerima surat yang menyatakan ia dan adik-adiknya positif, mereka diboyong untuk dirawat di wisma atlet. Tak tahu apa yang akan terjadi ke depannya, karena ia dan ke-4 adiknya tidak merasakan gejala sakit sama sekali.
“Di wisma atlet saya dirawat selama 18 hari. Adik-adik saya lebih cepat pulangnya karena sudah duluan dinyatakan negatif,” katanya.
Setelah dinyatakan sembuh, dirinya pulang dan menjalani karantina mandiri di rumah selama 14 hari. Saat ini ia sudah beraktifitas normal. Untuk usahanya karena saat ini toko masih ditutup, dirinya harus memutar strategi.
“Sekarang tidak ada aktifitas. Kita jualan pakaian sekarang secara online. Kita sangat terdampak,” katanya.
Saat ini pedagang di kawasan Tanah Abang masih tutup. Secara ekonomi berhenti. Ia mengaku sangat bergantung kepada pemerintah karena pemberlakuan PSBB, dia tidak bisa berbuat banyak.
“Dengan kondisi seperti ini, tak bisa jualan lagi, hanya bisa bertahan. Kita optimis bisa bertahan. Alhamdulillah jualan online berjalan baik. Saya bisa bertahan, yang lain kan juga terdampak,” katanya.
Pandemi COVID-19 membuat momen prime time bagi pedagang di kawasan Tanah Abang tahun ini berlalu begitu saja. Padahal, biasanya setelah lebaran toko banyak yang tutup.
Di Tanah Abang, katanya, harapannya adalah 2 bulan sebelum puasa. Keuntungan selama 2 bulan itu yang bisa menutup kebutuhan setahun.
“Tapi ya begini lah, ada corona, otomatis tak ada income, uang terduduk dibarang. Tak ada yang belanja. Tiga bulan setelah lebaran orang jarang belanja. Apalagi ada corona, larinya ke pangan lah,” katanya.
Meskipun secara ekonomi terpukul, dia merasa sangat bersyukur karena setelah sekeluarga dinyatakan positif, akhirnya bisa selamat. Strategi berjualannya yang beralih ke online berjalan dengan baik. Mencari pelanggan baru melalui online adalah tantangan baru.
Dia berharap, ada bantuan dukungan dari pemerintah berupa kompensasi untuk biaya gedung.
“Ketika buka nanti ada yang jatuh tempo, harus bayar, tak punya uang bagaimana bayarnya. Bagaimana kompensasinya, bayar sewa gedung, service chargenya, mungkin 3 bulan ini dikasih keringanan, bayar setahun ke depan bisa dicicil keringanan itu lah,” katanya.
Tak Menyangka Kembali Positif
Ory Kurniawan (25) dua kali dinyatakan positif COVID-19 dan dinyatakan sembuh. Ajudan Wakil Gubernur Sumut Musa Rajeckshah alias Ijeck ini dua minggu lalu keluar dari Rumah Sakit Martha Friska Multatuli yang sudah merawatnya selama 15 hari.
Ketika dihubungi, Ory berada di kampung halamannya di Bireun, Aceh.
Dirinya mengaku belum mendapatkan jawaban yang utuh mengenai penyebab dirinya bisa kembali dinyatakan positif COVID-19, setelah sebelumnya dinyatakan sembuh lewat dua kali swab.
“Saya belum ada, kemarin masih diteliti. Saya belum mendapat jawaban yang lengkap terkait itu. Saya serahkan sepenuhnya kepada rumah sakit, apakah itu reaktifasi atau bagaimana,” katanya.
Sebelum dinyatakan kembali positif, Ory yang tinggal di Medan memang pulang ke rumahnya untuk isolasi mandiri. Selama di rumahnya, dia sangat menjaga diri dalam berinteraksi. Bahkan dengan keluarganya sendiri. Apalagi dengan teman-temannya di sana.
“Dinyatakan positif lagi, saya hampir tak percaya. Memang datanya udah kek gitu,” katanya.
Saat itu ia sempat merasa khawatir dengan dirinya dan keluarganya dan teman-temannya. Saat dinyatakan kembali positif, kondisi badannya sehat dan tidak merasakan gejala sakit seperti demam, batuk, flu atau yang lainnya yang terkait dengan corona.
“Tak ada gejala sama sekali, saya sehat, saya olahraga terus. Aktifitas saya sekarang di rumah main game, olahraga, baca, nonton, komunikasi dengan video call dengan relasi-relasi dan teman saya yang ada di Medan,” katanya.
Ory mengaku, saat ini pola hidupnya sudah berubah 180 derajat. Namun demikian, saat ini ia berada di Bireun menunggu dipanggil.
“Masih disuruh istirahat saja dulu. Kalau dari saya, saya sampaikan orang terkena corona harus diberi support. Jangan dihardik, jangan dikucilkan. Jangan sampai karena corona
hilang rasa kemanusiaan. Lalu jaga kesehatan. Semofa tidak terkena corona dengan ikuti protokol kesehatan,” pungkasnya. [Kontributor/Fotografer: Dewantoro]