Komnas PA Sebut Paman dan Bibi Penganiaya Bocah di Sumut di Luar Batas Kemanusiaan

Arist Merdeka Sirait, Kepala Perlindungan Anak Foto: kumparan

MEDAN, KabarMedan.com | Penganiayaan terhadap balita berusia 4 tahun di Medan oleh paman dan bibinya berinisial S (27) dan JS (24) disebut di luar batas kemanusiaan. Komisi Nasional Perlindungan Anak membentuk tim advokasi.

“Jumat saya akan bertemu korban. Penganiayaan itu sudah di luar batas kemanusiaan karena korban sampai mengalami lebam-lebam dan cacat. Ini kejahatan yang dapat diancam di atas 5 tahun,” kata Ketua Komnas Perlindungan Anak, Aris Merdeka Sirait, Selasa (27/10/2020) sore.

Korban, kata Aris, harus mendapatkan pembelaan dan pengawalan hukum dan juga terapi psikososial karena mengalami trauma pemukulan, orangtuanya tidak ada (di dalam penjara). Selain itu, korban juga harus mendapatkan pelayanan medis mengingat adanya luka yang diderita koeban.

“Artinya, proses hukum gunakan (UU) perlindungan anak agar ancaman maksimal di atas 5 tahun,” katanya.

Aris menambahkan, dilihat dari sisi provinsi, Sumatera Utara peringkat 4 setelah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan dalam kasus pelanggaran terhadap hak anak. tercatat, dari tahun 2019 hingga Juni 2020, terjadi 8.000-an kasus.

“8.000-an kasus itu tersebar di 33 kabupaten/kota. Kekerasannya bervariasi, ada yang kekerasan fisik, seksual dan lainnya,” ujarnya.

Dari 33 kabupaten/kota di Sumut, Medan peringkat pertama dalam kasus kekerasan terhadap anak.

“Jadi Medan itu cukup tinggi, ada 339 kasus di awal Januari – Juni 2020. Periode yang sama, di Deli Serdang sebanyak 321 kasus dan Toba Samosir antara 40 – 50 kasus. Dan 52 persen kasus itu adalah kasus kekerasan seksual,” katanya.

Baca Juga:  Bahas Peran Perbankan Kembangkan Industri Kepala Sawit, OJK Sumut Gelar FGD

Dijelaskannya, jumlah kasus tersebut sudah terkonfirmasi. Artinya, sudah dilaporkan ke polisi sehingga ada laporan polisi, ada orang dan juga data. Angka tersebut, kata dia, belum ditambah dengan kasus yang diselesaikan secara damai.

“Medan itu sudah masuk zona merah darurat kekerasan terhadap anak. Dan itu juga belum termasuk kasus yang karena Covid-19 yang belum terkonfirmasi dengan baik. Jadi bisa saja lebih dari itu,” katanya.

Aris menyebutkan, di Kabupaten Toba Samosir dengan 40 – 50 kasus, yang mana lebih dari setengahnya adalah kekerasan seksual, namun bentuknya adalah incest atau hubungan sedarah.

“Hanya dalam waktu 6 bulan. Sangat kaget kita kasus kekerasannya memang incest dominan. Tinggi di Tobasa dan dikuti Labuhanbatu, Kisaran, dan lainnya,” katanya.

Gerakan Perlindungan Anak Berbasis Keluarga dan Kampung

Dijelaskannya, dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak, tidak bisa hanya dititikberatkan pada keluarga, tetapi harus melibatkan warga dalam 1 kampung.

“Perlu gerakan perlindungan berbasis keluarga dan kampung. Itu penting. Warga harus mengawasi kampungnya, tetangganya dan sebagainya agak tidak terjadi. Banyangkan, ada 2 orang anak selama 4 tahun tidak diketahui masyarakatnya sudah mengalami kekerasan seksiual setiap hari oleh ayah kandungnya, artinya masyarakatnya tidak peduli lingkungannya,” katanya.

Baca Juga:  Semarak Idul Fitri, Regal Springs Indonesia Bagikan Ratusan Paket Lebaran di Serdang Bedagai, Toba, dan Simalungun

Gerakan tersebut sudah dilakukan di beberapa tempat, misalnya di Sumut ada Gerakan Perlindungan Anak Sahuta. Di Bali, ada Gerakan Perlingan Anak Sebanjar, di Padang, Gerakan Perlindungan Anak Satu Nagari.

“Jadi artinya apa, kita menggunakan bahasa lokal agar kampung lindungi anak-anaknya. Karena pelaku-pelakunya tidak jauh, adalah orang terdekat. Maka kan harus dipantau,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, seorang balita berusia 4 tahun di Medan menjadi korban penganiayaan paman dan bibinya selama sebulan terakhir. Kedua orang tua korban berada di dalam penjara karena kasus narkoba. Korban ditemukan dalam keadaan lebam-lebam dan kehausan. Videonya viral di media sosial.

Kapolsek Sunggal, Kompol Yasir Ahmadi mengatakan, pihaknya sudah menetapkan paman dan bibinya yang berinisial S (27) dan JS (24) sebagai tersangka dan keduanya kini sudah dilakukan penahanan. Menurut Yasir, penganiayaan tersebut dilakukan kedua tersangka karena masalah sepele, yakni berak dan kencing.

Korban mengalami luka paling fatal di perut bagian bawah di atas kelaminnya, membengkak merah dan keras. Tidak seperti perut normal. Selain itu, korban juga mengalami luka di buah zakarnya, bengkak sebesar kepalan tangan. Penganiayaan itu dilakukan oleh kedua tersangka, salah satunya di tiang jemuran. [KM-05]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.