Korupsi Pengadaan Pembangkit Turbine Belawan, Eks Pejabat PLN Dihukum 3 Tahun Penjara

KABAR MEDAN | Rodi Cahyawan, mantan Manajer Sektor Belawan PT PLN Kitsbu, dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi pada pengadaan dan pekerjaan life time extention (LTE) Gas Turbine (GT) 2.1 dan 2.2 PLTGU Belawan. Dia dijatuhi hukuman 3 tahun penjara. Vonis terhadapnya dijatuhkan majelis hakim yang diketuai SB Hutagalung dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Medan, Jumat (3/10/2014) siang.

Rodi dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah karena menyalahgunakan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain atau koorporasi, sehingga merugikan negara. Perbuatan itu diatur dan diancam dengan Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain hukuman penjara, terdakwa  juga dikenai pidana denda Rp 50 juta dan jika tidak membayar maka akan ditambah menjalani 2 bulan kurungan.

Hukuman yang dijatuhkan majelis hakim lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya, Rodi Cahyawan dituntut dengan 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Baca Juga:  Hari ke 10 Operasi Patuh Toba 2024, Kejadian Laka Lantas dan Pelanggaran Menurun

Sebelumnya, 3 mantan pejabat PLN lainnya sudah dinyatakan bersalah dalam perkara ini, yaitu Chris Leo Manggala, mantan GM PT PLN Kitsbu; Muhammad Ali, mantan Manager Produksi PLN Kitsbu; dan Surya Dharma Sinaga, mantan ketua panitia pengadaan barang.

Dalam persidangan yang digelar Rabu (1/10/2014), Chris Leo Manggala dan Muhammad Ali dijatuhi hukuman 4 tahun penjara, sedangkan Surya Dharma Sinaga dihukum 1 tahun 6 bulan penjara. Ketiganya juga didenda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan karena terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal yang sama dengan yang menjerat Rodi.

Seperti Chris Leo Manggala, Muhammad Ali dan Surya Dharma Sinaga, Rodi juga  dinyatakan tidak menjalankan tugasnya dengan baik, di antaranya tidak membuat surat teguran kepada Mapna Co, selaku rekanan, atas keterlambatan material (spare part) untuk pekerjaan LTE GT 2.1 dan 2.2. Mereka tidak membuat berita acara penyerahan barang retur dan tidak mengawasi pekerjaan yang dilakukan penyedia barang.

Dalam perkara ini, jaksa menyatakan kerugian fisik dalam proyek ini berkisar Rp 337,4 miliar. Namun, mereka juga menilai negara juga telah dirugikan dalam bentuk energi. Sebab, seharusnya pekerjaan LTE itu menghasilkan output listrik 132 MW sejak 2012, namun kenyataannya yang diproduksi hanya 123 MW. Dari hasil audit yang telah dikonversi ke uang, kerugian negara akibat kekurangan energi ini sekitar Rp 2,007 triliun lebih. Berdasarkan hitungan jaksa, total kerugian negara menjadi Rp 2,3 triliun.

Baca Juga:  Pasangan Pengedar Sabu di Labusel Ditangkap di Kamar Kost

Namun, majelis hakim berpendapat  kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun yang dituduhkan jaksa tidak memiliki dasar hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. Kerugian negara tersebut juga dinilai tidak berdasarkan penghitungan yang benar, sehingga tidak bisa dijadikan acuan adanya kerugian negara.

Usai sidang putusan untuk Rodi, 2 terdakwa lain juga  menjalani sidang pembacaan putusan. Keduanya merupakan rekanan, yaitu M Bahalwan, Direktur Operasional PT Mapna Indonesia dan Supra Dekanto, mantan Direktur Utama PT Nusantara Turbin dan Propolasi. Saat berita ini ditulis, Bahalwan yang duduk di kursi pesakitan. [KM-03]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.