Korupsi PLTA Asahan III, Kasmin Mengaku Tak Tahu Ditransfer Rp2 Miliar

KABAR MEDAN | Setelah mangkir enam kali berturut-turut, Bupati Toba Samosir (Tobasa) Pandapotan Kasmin Simanjuntak, hadir di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (8/12/2014) sore.

Kasmin hadir sebagai saksi dengan terdakwa Camat Pintu Pohan Meranti, Tumpal Enryko Hasibuan, dan Kepala Desa Meranti Utara, Kabupaten Tobasa, Marole Siagian, dalam kasus korupsi pembangunan PLTA Asahan III.

Dalam kesaksiannya, Kasmin mengaku tidak tahu uang senilai Rp2 miliar dikirimkan ke rekeningnya. Kasmin mengaku tidak pernah memberikan nomor rekeningnya kepada siapa pun.

“Saya memang menerima Rp2 miliar itu dari ganti rugi lahan. Tetapi saya tidak tahu soal uang itu ditransfer,” kata Kasmin, dihadapan majelis hakim yang diketuai Parlindungan Sinaga, di ruang Cakra I Pengadilan Tipikor Medan.

Dijelaskannya, kemudian menerima transfer kedua senilai Rp1,8 miliar. Jadi, total yang diterima oleh politikus Partai Demokrat tersebut senilai Rp3,8 miliar untuk ganti rugi lahan itu.”Semuanya Rp3,8 miliar, itu untuk ganti rugi lahan pembangunan base camp dan access road PLTA Asahan III,” kata Kasmin.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Praden Simanjuntak kemudian bertanya, kenapa Kasmin tidak mengembalikan uang tersebut kepada pihak PLN, kalau memang dia tidak tahu ditransfer.

Baca Juga:  Hari ke 10 Operasi Patuh Toba 2024, Kejadian Laka Lantas dan Pelanggaran Menurun

“Apakah anda pertanyakan kenapa ditransfer uang itu ke anda. Itu kan uang jumlahnya besar, masa tidak tanya-tanya langsung terima saja. Anda ini Bupati lho,” tanya jaksa.

Kasmin menyatakan, ia tidak bertanya soal uang yang ditransfer tersebut. Termasuk kenapa ditransfer ke rekeningnya, padahal yang menandatangani kwitansi jual beli adalah terdakwa Marole Siagian selaku pemilik tanah.

Jaksa kemudian bertanya, anggaran untuk pembangunan dan ganti rugi lahan tersebut berasal dari mana. Kasmin menjelaskan, untuk pembangunan sarana dan prasarana, anggarannya semua ditanggung oleh PLN. Sementara untuk pembangunan proyek utama, itu anggarannya dari Jepang. Kasmin pun menjelaskan, untuk pembangunan PLTA Asahan III ini, sepeser pun tidak ada anggarannya dari Pemkab Tobasa.

Selanjutnya, hakim bertanya soal status lahan tersebut. Dimana dalam dakwaan jaksa, dijelaskan lahan itu merupakan hutan lindung sesuai SK No 44 Menteri Kehutanan. Kasmin pun menyatakan, dia tidak tahu soal status lahan tersebut milik negara. Setahu dia, lahan tersebut dari dulu adalah milik masyarakat Tobasa. Sehingga istrinya Netty Pardosi membeli lahan tersebut dari Edison Siagian yang kemudian dibeli PLN untuk pembangunan PLTA Asahan III.

Baca Juga:  Pasangan Pengedar Sabu di Labusel Ditangkap di Kamar Kost

“Sekitar 400 meter dari base camp PLTA itu, Polres Tobasa juga membangun pos di situ. Jadi setahu saya itu bukan hutan lindung. Kalau SK 44 itu disahkan, maka daerah (Kabupaten) Tobasa itu tinggal 10 ribu hektar lagi. Jadi tidak mungkin bisa didirikan menjadi Kabupaten, saya pun tidak mungkin jadi bupati. Jadi, kalau saya bilang SK 44 itu banci,  mandul dan tidak berlaku. Saya dulu sudah katakan, saya siap masuk penjara kalau itu (SK 44) disahkan,”ungkapnya.

Kasmin pun menyatakan, dia sudah capek mempermasalahkan SK 44 tersebut. Anehnya lagi, kata Kasmin, SK 44 yang menjadi dasar lahan itu sebagai hutan lindung, pada tahun 2013, oleh Kejagung SK 44 itu dibatalkan. [KM-03]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.