Langgar Permendagri Soal Persyaratan Seleksi Calon Direksi, Dewan Pengawas PDAM Tirtanadi “Gegabah”

KABAR MEDAN | Dewan Pengawas (Dewas) PDAM Tirtanadi diduga melanggar Permendagri Nomor 2 Tahun 2007 terutama pada soal persyaratan seleksi calon direksi.

Pemicunya adalah surat pengumuman Dewas PDAM Tirtanadi Nomor 01.PNG/DP-PDAM/XII/2014 tanggal 28 Desember 2014 tentang rekrutmen seleksi calon Direksi PDAM Tirtanadi, khususnya pada poin 4 yang  menyebutkan : “mempunyai pengalaman kerja minimal 10 tahun dan pernah menduduki jabatan kepala divisi dan atau staf ahli dan atau yang setara dengannya bagi yang berasal dari PDAM, atau mempunyai pengalaman kerja minimal 15 tahun mengelola perusahaan bagi yang bukan berasal dari PDAM dan atau staf ahli dengan surat keterangan (referensi) dari perusahaan sebelumnya dengan penilaian baik”.

Sejatinya Pasal 4 ayat b Permendagri Nomor 2 Tahun 2007 yang menegaskan : “mempunyai pengalaman kerja 10 tahun bagi yang berasal dari PDAM atau mempunyai pengalaman kerja minimal 15 tahun mengelola perusahaan bagi yang bukan berasal dari PDAM yang dibuktikan dengan surat keterangan (referensi) dari perusahaan sebelumnya dengan penilaian baik”.

“Dewan Pengawas seperti mengotak-atik Permendagri Nomor 2 Tahun 2007. Pertanyaan, apa landasan hukum yang digunakan Dewas untuk menambah norma yang terdapat pada ketentuan Pasal 4 ayat b Permendagri Nomor 2 Tahun 2007 itu?,” kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen, Farid Wajdi.

Menurutnya, jika merujuk tugas wewenang Dewas adalah Pasal 22, Permendagri Nomor 2 Tahun 2007 Dewan Pengawas (DP) PDAM memiliki 3 (tiga) tugas dan wewenang.

Pertama, melaksanakan pengawasan, pengendalian, dan pembinaan terhadap pengurusan dan pengelolaan PDAM. Kedua, memberikan pertimbangan dan saran kepada kepala daerah mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja dan pengembangan PDAM.  Ketiga, memeriksa dan menyampaikan rencana strategis dan anggaran yang dibuat manajemen untuk disampaikan kepada pemilik untuk disahkan.

“Lalu, mengapa Dewas begitu gegabah dengan menabrak norma dan ketentuan yang ada? Apakah Dewas tidak paham, atau pura-pura tidak paham? Atau apakah Dewas telah diintervensi, sehingga begitu mudah disetir? Yang pasti secara prosedur hukum, proses seleksi calon direksi yang cacat hukum bakal jadi beban hukum bagi direksi terpilih. Proses keliru ini berpotensi digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara,” ujar Farid.

Ia menambahkan, jika dikaji pada tugas pokok Dewas itu, pada bagian mana dari tugas dan wewenang itu yang memungkinkan Dewas menambahkan norma lain di luar ketentuan Pasal 4 ayat b Permendagri Nomor 2 Tahun 2007 dimaksud.

“Dewas PDAM Tirtanadi telah melampaui batas tugas dan wewenangnya dalam melakukan rekrutmen direksi. Proses seleksi direksi merujuk kepada ketentuan Permendagri Nomor  2 Tahun 2007, tidak boleh menyimpang, karena semua itu ada aturan atau prosedurnya. Jadi, tidak ada wewenang dewan pengawas untuk itu,” cetus Farid.

Oleh karena itu, menurut Farid tidak ada alasan bagi Gubernur Sumatera Utara untuk meluluskan proses seleksi calon direksi karena cacat hukum. Proses seleksi calon direksi itu tidak memenuhi kriteria yang dipersyaratkan.

“Dewas tidak dapat membuat kebijakan di luar norma yang telah diatur untuk itu. Dewas telah melanggar tertib hukum dalam proses seleksi, padahal prosedurnya telah diatur dalam peraturan agar proses berjalan baik,” lanjutnya.

Ia mengatakan,Dewas PDAM Tirtanadi mestinya dapat menjaga akuntabilitas baik akuntabilitas kejujuran maupun akuntabilitas hukum (accountibility for probity and legality), yang menyangkut disclousur (pengungkapan), berkaitan dengan upaya menghindarkan penyalahgunaan jabatan (abuse of power).

“Direksi telah melanggar akuntabilitas hukum (legal accountibility), menyangkut kepatuhan Dewas PDAM terhadap hukum dan peraturan lain yang disaratkan. Pelanggaran norma hukum berakibat bahwa seluruh produk hukum yang dihasilkan oleh Dewas PDAM saat ini juga batal demi hukum. Mengabaikan norma aturan, Dewas tak lebih dari sekadar “pedagang jabatan,” jelas Farid.

Kasus Dewas yang menyalahgunakan kekuasaan ini mirip betul dengan yang terjadi pada transaksi pembayaran tagihan online. Direksi PDAM Tirtanadi termasuk produk kebijakan berupa program pelayanan pembayaran online yang kini sedang gencar disosialisasikan.

“Penerapan sistem secara online adalah illegal, tidak sah dan cacat hukum. Tetapi Gubernur  Sumut dan Dewas PDAM Tirtanadi justru membiarkan bahkan melakukan kesalahan serupa. Kritik masyarakat sama sekali tidak pernah diindahkan. Bahkan kritik yang ada berusaha dibungkam dengan pelbagai cara,” pungkas Farid. [KM-01]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.