LAPK : Kenaikan Elpiji 3 Kg Laksana “Ayunan” Harga

MEDAN, KabarMedan.com | Pemerintah kembali memberikan hadiah yang cukup mengejutkan di awal tahun baru 2015. Namun demikian, hadiah tersebut tidak populis, yakni kenaikan harga LPG satuan 3 kg. Wacana kenaikan harga elpiji 3 Kg kembali disampaikan pemerintah melalui Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM IGN Wiratmadja usai membuka Konferensi Indogas kedua di Jakarta Convention Center, Selasa (27/1/2015).

Pemerintah membuat skema opsional, rencana kenaikan harga elpiji 3 kg menjadi salah satu opsi yang akan dilakukan pemerintah. Opsi lainnya, menurutnya, adalah tidak menaikkan harga elpiji 3 kg namun mengalihkan subsidi dari sektor lain untuk “menambal” harga elpiji 3 kg. Pengguna elpiji 3 kg adalah konsumen dengan loyalitas tinggi, terlebih lagi secara ekonomi-sosial pengguna elpiji 3 kg adalah masyakat kurang mampu atau menengah ke bawah. Peningkatan harga jual, meski besaran subsidi tetap. Masyarakat pun kembali susah akibat kenaikan harga gas.

“Masalahnya wacana kenaikan harga Elpiji 3 kg bakal semakin membuat masyarakat tidak memiliki kontrol terhadap kepastian harga elpiji. Apalagi fakta di lapangan, masyarakat memang sedari dulu tidak bisa mendapat kepastian harga. Harga BBM dan elpiji mirip ayunan. Naik turun tak beraturan, sehingga masyarakat berada pada situasi serba tidak pasti,” kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen, Farid Wajdi.

Menurutnya, bila pemerintah bersikukuh kenaikan harga dengan angka tertentu, pada kenyataan di lapangan harga elpiji akan naik tak terkontrol. Hal inilah yang luput dari perhatian pemerintah. Di pasaran harga elpiji 3 kg tidak dapat dipastikan harganya karena harga di tingkat eceran harga itu bervariasi. Oleh itu, pemerintah seharusnya mengukur terlebih dulu pendapatan per kapita masyarakat pasca-pemangkasan subsidi BBM dan listrik.

Subsidi tetap
Pemikiran untuk menaikkan harga elpiji 3 kg berlatar belakang semakin naiknya biaya operasional yang ditanggung oleh agen dan operator yaitu Pertamina. Oleh itu, pemerintah berniat menaikkan harga gas melon Rp1000 per kilogram, sehingga elpiji 3 kg akan naik Rp 3000 per unitnya.

“Lalu, apakah benar Pertamina rugi? Apa alasannya? Perlu dipahamkan bahwa Pertamina itu perusahaan pemerintah, bisa dialokasikan subsidi sebagian dari pemerintah. Konon pula potensi Gas Indonesia masih banyak. Bahkan Indonesia masih ekspor. Semestinya dari hasil ekspor itu sebagian kan bisa alokasikan saja untuk kepentingan masyarakat,” cetus Farid.

Oleh karena itu, tambahnya, bila tata niaga yang dilakukan pemerintah masih seperti ini maka konsumen akan semakin sulit mengontrol harga. Pilihan lainnya, berupa pengalihan subsidi BBM dan listrik untuk menyubsidi elpiji, sebenarnya itu tidak akan menyelesaikan masalah.

Dampak dari ketidak pastian harga ini banyak sekali diantaranya menyulitkan masyarakat dalam menentukan anggaran rumah tangga. Demikian pula pengusaha kecil menengah, sehingga tidak sedikit pengusaha kecil yang masih menunggu kepastian harga yang bersifat tetap dari pemerintah

“Kini, harga elpiji tiga kilo lomba-lombaan dengan yang 12 kg. Jadi mau dialihkan atau apa, itu ayunan, naik turunnya berputar-putar di situ juga. Nah, mekanisme harga elpiji yang seperti itu sulit dipahami masyarakat. Jadi, subsidi tetap untuk elpiji 3 kg adalah pilihan lebih baik,” pungkas Farid. [KM-01]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.