LAPK : Kenaikan Tarif KA Bandara Railink Harus Di Evaluasi

KA Bandara Railink

KABAR MEDAN | PT Railink sepertinya tidak mau ketinggalan alias latah menaikkan harga tiket kereta api (KA) Medan-Kualanamu International Airport (KNIA) dari Rp 80 ribu menjadi Rp 100 ribu sekali jalan. Menurut manajemen PT Railink, kebijakan ini dibuat untuk menutupi peningkatan biaya operasional.

Kenaikan tarif dari Rp 80 ribu menjadi Rp 100 ribu ini berlaku resmi per 15 Januari 2014. Besaran kenaikan ini sebenarnya cukup fantastis yaitu sebesar 25 persen.

“Kalau dikalkulasi dengan jarak tempuh yang sesuai dengan besaran tarif dasar, tarif jarak, dan tarif pelayanan tambahan, angka Rp 100.000 itu cukup besar. Secara matematis biaya yang dikeluarkan dengan jarak tempuh Rp 100.000 dibagi 29 KM maka rata-rata penumpang harus membayar lebih kurang yaitu Rp 3.448 per kilometer. Sedangkan waktu tempuh yang dibayar penumpang, Rp 100.000 dibagi 30 menit yaitu Rp 3.333 permenit. Angka yang cukup memberatkan dan menguras kantong pengguna,” kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen, Farid Wajdi.

Menurutnya, kenaikan itu mengabaikan filosofi KA bersifat angkutan massal, mengurangi biaya BBM, menekan kemacetan, dan alternatif transportasi dengan biaya relatif terjangkau. Logika penetapan tarif KA merampas hak masyarakat untuk mendapatkan harga yang terjangkau. Misalnya disebutkan KA bakal melengkapi wifi untuk memanjakan penumpang. Perlu diingat bahwa wifi tidak lagi sebagai kebutuhan penting di KA, karena kebanyakan penumpang sudah memakai smartphone atau telepon yang telah dilengkapi fasilitas internet. Alasan lain adalah kenaikan upah minimum di kota Medan.

“Pertanyaan, apakah pasca kenaikan tarif KA para pegawai dengan serta merta upahnya dinaikkan? Atau apakah untuk mensejahterakan pegawai KA, kemudian penumpang yang mensubsidinya?,” ujar Farid.

Alasan itu menurut Farid, agak naif. Dalih lain kenaikan yaitu tingginya nilai tukar US Dolar terhadap rupiah. Begitu juga alasan suku cadang kereta api yang mereka gunakan merupakan produk impor. Aroma alasan kenaikan tarif itu seperti mengelabui ketidaktahuan calon penumpang. Kenaikan juga dikaitkan dengan kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM yang tidak begitu berpengaruh. Pastinya pemerintah telah mengembalikan harga ke “kandang” harga sebelumnya.

Ia menambahkan, kenaikan tarif itu patut dievaluasi mengingat PT Railink masih menggunakan rel, gerbong dan akses jalan yang selama ini sudah digunakan untuk melayani publik.

“Model swastanisasi KA Bandara Kualanamu dengan tarif selangit, jelas upaya marginalisasi masyarakat untuk mendapatkan hasil positif penyediaan prasarana, sarana, dan jasa publik yang memang harus dinikmati masyarakat. Harus disadari dengan tarif sebesar itu sesungguhnya masyarakat dipaksa untuk membayar pajak dua kali. Pajak dalam bentuk tarif KA selangit dan pajak kendaraan bermotor dengan fasilitas prasarana dan sarana publik,” cetus Farid. [KM-01]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.