LAPK : Lion Air Si Raja ‘Delay’

MEDAN, KabarMedan.com | Sudah bukan rahasia lagi maskapai yang satu ini adalah langganan untuk melakukan hal yang paling dibenci oleh penumpang, yaitu delay (keterlambatan penerbangan). Setelah “rutin” dengan kebiasaan delaynya, puncaknya terjadi pada tanggal 18-19 Februari 2015 kemarin.

Delay selama belasan jam dan termasuk yang terparah ini menyebabkan penumpukan penumpang di beberapa bandara seperti Bandara Soekarno-Hatta, Kualanamu, Minangkabau, dan sebagainya. Diperkirakan  ribuan penumpang terlantar karena tidak adanya kejelasan mengenai apa yang terjadi dan kapan mereka akan diterbangkan.

Tak sedapnya lagi, staff Lion Air yang ada dilokasipun memilih menghindar ketika akan dimintai kepastian. Parahnya manajemen Lion Air seakan membiarkan, tiada empati kepada para korban.

Menurut catatan, Lion Air adalah maskapai yang paling sering mengelami delay, sehingga maskapai ini dijuluki si Raja Delay. Selain itu, delay per (18-19/2/15) merupakan delay terparah dalam sejarah penerbangan di Indonesia.

“Faktanya, tidak ada penjelasan dan permohonan maaf dari pihak masakapai selama berjam-jam, bahkan tidak ada kompensasi seperti yang tertuang di dalam Permenhub Nomor PM. 49 Tahun 2012 jo Permenhub Nomor PM. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Permenhub Nomor PM. 77 Tahun 2011, misalnya ketentuan Pasal 2 huruf e menyatakan maskapai wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap keterlambatan angkutan udara,” jelas Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen, Farid Wajdi, (Minggu, 22/2/2015).

Ia menambahkan, Pasal 9 menjelaskan, keterlambatan angkutan udara mencakup keterlambatan penerbangan (flight delayed), tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat (denied boarding passenger), serta pembatalan penerbangan (cancelation of flight).

“Keadaan di atas menunjukkan betapa rendahnya kualitas layanan maskapai nasional. Keterlambatan jadwal penerbangan (delay) seakan menu keseharian. Belum lagi  kehilangan bagasi, ketidakjelasan informasi penerbangan, buruknya pelayanan informasi, dan ketiadaan kepastian keberangkatan yang kerap menimpa para penumpang dalam negeri. Namun demikian, dari kasus delay Lion Air kompensasi yang sudah tertulis secara jelas tidak juga dilaksanakan,” ujar Farid.

Sekadar contoh, dari ribuan penumpang yang terlantar, terdapat turis-turis asing yang juga menjadi korban. Mereka tentu sangat kesal dengan ketidakjelasan masalah delay, karena pihak Lion Air tidak ada memberikan penjelasan maupun kompensasi. Ada turis asing yang bepergian itu bahkan harus menangis karena seharusnya terbang ke Denpasar untuk mengejar pesawat yang akan membawa mereka pulang ke negaranya. Tetapi akibat delay, akhirnya mereka harus ketinggalan pesawat dan uang yang ada sudah tidak cukup untuk membeli tiket pulang ke negaranya.

“Oleh itu, agar kejadian memalukan dan menampar wajah dunia penerbangan moda transportasi udara tidak terulang perlu dilakukan audit investigasi mendalam dan menyeluruh maskapai Lion Air,” cetus Farid.

Kementerian Perhubungan harus menindak lebih tegas dalam menegakkan aturan tanpa diskriminasi. Perlu dilakukan evaluasi dan revisi peraturan tentang kompensasi yang lebih baik dan juga sanksi yang berat kepada maskapai untuk keamanan dan kenyamanan pengguna jasa penerbangan. Meningkatkan kualitas pengawasan pelayanan maskapai sehingga peraturan penerbangan dapat dipastikan ditegakkan sesuai aturan yang ada.

Pelajaran penting bagi calon penumpang bahwa penerbangan dengan tarif murah (low cost carrier/LCC) seringkali mengabaikan aspek pelayanan dan keselamatan,” pungkas Farid. [KM-01]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.