LAPK : Pembayaran Online PDAM Tirtanadi Minim Sosialisasi

KABAR MEDAN | Pemberlakuan sistem pembayaran rekening Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi secara online dilakukan secara prematur. Disebut prematur karena dilaksanakan tanpa ada sosialisasi memadai. Dampaknya adalah banyak pelanggan yang menunggak dan ketika membayar juga harus antri berjam-jam.

“Ketiadaan sosialisasi dari cara pembayaran atau tagihan dari rumah ke rumah ke online berdampak kepada banyak pelanggan yang merasa dijebak, karena mesti bayar denda tunggakan. Sosialisasi mestinya sudah dilaksanakan setidak 6 (enam) bulan sebelum sistem online dilaksanakan,” kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi.

Ada masa jeda waktu atau masa transisi peralihan sistem pembayaran dari manual (door to door) ke online. Sistem pembayaran online yang dilakukan secara mendadak menunjukkan manajemen PDAM Tirtanadi tidak memahami pola komunikasi yang bermartabat dan beretika. Bahkan tidak sensitif kepada suasana psikologi pelanggan. Pelayanan buruk atas kualitas, kuantitas dan kontuinitas air yang diterima selama ini juga sudah cukup menjengkelkan.

Baca Juga:  Kolaborasi Indosat dan Google Cloud Gelar Startup Bootcamp 2024

“Antrian terjadi karena banyak bank mitra kerjasama dalam pembayaran online ternyata tidak siap. Misalnya saja disebutkan membayar ke Bank Sumut, di lapangan belum bisa dilakukan pembayaran. Kondisi riil ini menunjukkan pola pembayaran manual ke sistem online dilakukan minim persiapan, terburu-buru. Dari semua proses itu tetap pelanggan yang dirugikan,” ujar Farid

Bahkan menurut informasi Bank Sumut, dan bank lainnya seperti Bank Mandiri, BNI, dan BRI juga belum bisa melayani pembayaran air secara online, meskipun sudah ada kesepakatan mulai berlaku per 1 November. Ternyata semua bank itu belum bisa melayani pembayaran online karena bank-bank plat merah itu belum mendapatkan persetujuan dari kantor pusat untuk melaksanakan program pembayaran itu.

“Kalau memang demikian, mengapa PDAM Tirtanadi memaksakan diri untuk mengalihkan sistem pembayaran. Berharap untuk lebih baik adalah keniscayaan, tapi semestinya jangan nafsu besar tenaga kurang. Ketidaksiapan itu tidak hanya membuat wajah PDAM Tirtanadi makin babak belur, tetapi juga merugikan kepentingan pelanggan,” cetus Farid.

Baca Juga:  Kolaborasi Indosat dan Google Cloud Gelar Startup Bootcamp 2024

Oleh itu, sebagai jalan ke luar sementara, semestinya sistem pembayaran online itu perlu dikoreksi termasuk dengan meniadakan denda tunggakan. Bagaimana pun mengubah perilaku pelanggan dan perusahaan tidak mungkin dapat diselesaikan dengan cepat sperti membalik telapak tangan.

Karena itu kepada Gubernur Sumut, dan Dewan Pengawas untuk menegur dan memerintahkan kepada manajemen agar mengoreksi kebijakan salah itu. DPRD Sumut perlu memanggil dan menyelidiki modus pengalihan sistem pembayaran dari manual ke online. Manajemen PDAM harus diminta pertanggungjawaban, mengapa kebijakan itu tanpa persiapan dan tanpa sosialisasi memadai.

“Terkait penggunaan layanan online, mestinya PDAM mampu memberikan kemudahan bagi pelanggannya untuk bisa melakukan pelayanan pemasangan baru, status permohonan, tagihan perbulan berbasis web sehingga bisa diakses dengan teknologi dimana pun pelanggan berada,” pungkas Farid. [KM-01]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.