KABAR MEDAN | Direktur Lembaga Advo kasi Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi menilai, terlambatnya operasional Trans Mebidang merupakan pertanda buruk bagi realiasi program.
Pasalnya, transportasi yang lebih manu siawi, murah dan terjangkau seperti ini akan jadi mimpi belaka bagi masyarakat.
” Berbagai. alasan dikemukakan semuanya bersifat teknis dan masih dalam kewena ngan pemerintah. Padahal, jika pun Trans Mebidang telah dapat direaliasikan tugas pemerintah belum selesai, karena peker jaan penting lain adalah berkenaan pemben ahan budaya berlalu lintas,” jelasnya, Selasa (14/10/2014).
Dikatakannya, program Trans Mebidang adalah untuk mengantisipasi kebutuhan transportasi 10-20 tahun ke depan. “Terlambat mengantisipasi, bukan hanya kemacetan yang diperoleh, melainkan juga biaya ekonomi dan sosial yang tinggi. Jadi, kalau program Trans Mebidang mengalami stagnasi apalagi sampai mangkrak, risiko ongkos ekonomi dan sosial cukup tinggi,” katanya.
Dalam persepsi masyarakat, selain ada rasa kecewa dan frustasi, terdapat pula asumsi pemerintah memang tidak peduli tidak dan mampu menyelesaikan soal transportasi yang layak dan manusiawi.
” Sangat mumungkinkan dua unit bus yang sudah ada bakal menjadi mobil rongsokan. Niatan semula bahwa Trans Mebidang selain untuk mengantisipasi kemacetan, pembangunan transportasi juga agar warga nyaman bergerak dan untuk menekan ang ka kecelakaan lalu lintas. Lalu, kalau tidak dimulai program Trans Mebidang, kapan pemerintah menciptakan transportasi massal yang manusiawi,” jelasnya.
Ia mengaku, kepemimpinan yang kuat merupakan kunci utama sebuah daerah untuk mampu membangun manajemen transportasinya. ” Tidak dapat dibantah, komitmen operasi program Trans Mebidang adalah pintu masuk untuk membangun manajemen transportasi di Sumatera Utara,” jelasnya. [KM-03]