MEDAN, KabarMedan.com | Membangun kepercayaan dan partisipasi masyarakat, merupakan tantangan mendasar guna mewujudkan pendidikan inklusif. Cara pandang masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) harus diubah. Selama ini ABK masih diperlakukan diskriminatif.
“Jadi yang perlu dibangun adalah sistem kepercayaannya terhadap pendidikan. Seluruh elemen harus dibangun dalam satu kesepahaman dan kesepakatan bersama bahwa anak berkebutuhan khusus itu pun perlu dilayani layaknya orang normal,” kata Dr. Musjafak Assjari, M.Pd dari Kemendikbud, di Medan, Sabtu (10/10/2015).
Kesadaran bahwa anak-anak berkebutuhan khusus itu unik perlu terus disuarakan. Masyarakat harus diadvokasi agar paham bahwa pendidikan harus setara bagi setiap anak. Budaya menghargai keunikan individu penting ditumbuhkan.
“Andaikan itu anakku. Mereka tidak mendapatkan layanan (pendidikan), apa perasaanku? Kesadaran seperti ini harus kita tumbuhkan di masyarakat kita,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Khusus Layanan Khusus (Kabid Dikdas & PKLK) Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Utara (Disdiksu), Erni Mulatsih mengatakan, pihaknya akan terus bergerak berjuang dalam mewujudkan Sumut sebagai provinsi Inklusif.
Dia ingin Sumut bisa mengikuti jejak provinsi lain yang lebih dulu menerapkan pendidikan inklusif, seperti Jawa Barat. Bahwa setiap Kabupaten/Kota bahkan hingga tingkat kecamatan harus sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
“Ibaratnya, kalau ada lintasan satu kilometer, harus dimulai dari satu langkah dan kita sudah berjalan satu meter. Kita harus berjuang untuk terus bergerak. Saya mengingin semua sekolah menjadi penyelenggara pendidikan inklusif,” tukas Erni.
Sedangkan Communication Specialist USAID PRIORITAS Sumut, Erix Hutasoit menyebutkan, secara internasional ada empat pendekatan yang bisa dilakukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif yakni, adanya kebijakan Pemerintah (dari pusat sampai Kabupaten/Kota bahkan sampai ke sekolah), desain kurikulum, pelatihan guru dan peran serta masyarakat.
“Karena peran serta masyarakat penting dalam mengwujudkan pendidikan inklusif, maka kami ikut mendukung mendeklarasikan Sumut sebagai Propinsi Pendidikan Inklusif. Kita berharap usaha ini bisa menjadi gerakan yang massif di Sumatera Utara,” terang Erix.
Dukungan senada disampaikan Ulfa Irmayani dari Komunitas Turun Tangan. Ia melihat ABK masih diperlakukan tidak setara. Padahal ABK memiliki potensi hebat jika dilayani dengan baik.
“Dengan adanya deklarasi Sumut sebagai Propinsi Pendidikan Inklusif, diharapkan membuka mata masyarakat agar tidak memandang ABK sebelah mata. ABK juga berhak menikmati layanan pendidikan yang baik dan bahkan bisa berada dalam lingkungan sekolah yang sama dengan anak-anak normal lainnya,” tuturnya.
Pemerintah Propinsi Sumatera Utara pada Desember 2015 akan mendeklarasikan Sumut sebagai Propinsi Pendidikan Inklusif. Deklarasi ini akan mendorong pertumbuhan sekolah yang menyediakan layanan pendidikan inklusif. Sekolah-sekolah ini akan memberikan kesempatan yang setara dan tanpa diskriminasi kepada semua anak untuk berkembang. [KM-01]