Menjadi Orang Tua Abad XXI

sumber gambar: pixabay.com

Oleh: Jani Natasari
Praktisi Pendidikan Sekolah Dasar dan pengajar di FIP USM-Indonesia  

Tulisan ini bukan untuk mengkritik siapapun, namun sebagai sebuah perenungan. Mari kita bergerak dari potongan gambaran hidup yang sudah kita anggap lumrah terjadi saat ini. Gambaran pertama, sebuah keluarga kecil, sedang makan malam bersama dan katanya sedang spending quality time together, tapi ternyata masing-masing anggota keluarga sibuk dengan gadget-nya sendiri. Lebih asyik menjalin hubungan dengan entah siapa di dunia maya daripada berinteraksi dengan suami, istri, dan anak-anaknya. Dengan realita ini, haruskah kita menyalahkan perkembangan teknologi?

Gambaran kedua, orangtua yang menebus rasa bersalahnya—karena terlalu sering meninggalkan anaknya karena kesibukan di luar rumah—dengan membiarkan anaknya menghabiskan waktu berjam-jam bermain game, dan mengakibatkan anaknya perlahan-lahan  melupakan caranya bermain dengan teman-temannya, dan akhirnya mulai enggan bercengkerama dengan orangtuanya sendiri. Melihat fakta ini haruskah kita menyalahkan majunya teknologi yang menyediakan berbagai jenis fasilitas game?

Gambaran berikutnya lagi adalah tersiar kabar di kota saya tentang seorang gadis muda yang diperkosa oleh seorang laki-laki yang mengaku sebagai seorang direktur. Perkenalan mereka dimulai dari layanan chatting. Setelah perkenalan, si gadis belia tanpa curiga mau saja diajak bertemu. Pada saat itulah direktur gadungan membiusnya dengan air mineral yang telah dicampur obat bius. Merenungkan tindakan kurang bijaksana gadis muda ini, saya jadi mengulang lagi pertanyaan yang muncul sebelumnya. Haruskah lagi-lagi kita menjadikan teknologi sebagai kambing hitam?

Seperti dua sisi mata uang, teknologi jelas-jelas memiliki dampak baik dan buruk, positif dan negatif. Banyak pihak yang telah merasakan kemudahan yang ditawarkan teknologi, banyak pihak juga yang bablas memanfaatkan teknologi. Satu kenyataan yang tidak mungkin dikompromikan lagi adalah teknologi akan terus berinovasi, kita tidak akan pernah bergerak mundur lagi ke masa di saat penuh penantian menunggu tukang pos datang membawa surat cinta yang sudah berhari-hari tidak sampai.

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.