MoU BI Dengan Polri, Transaksi di Indonesia Harus Pakai Rupiah    

KABAR MEDAN | Bank Indonesia (BI) dan Kepolisian RI mengaku sepakat dalam penegakan hukum terhadap masyarakat yang bertransaksi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus menggunakan mata uang rupiah bukan uang asing.

“Masyarakat yang bertransaksi tidak menggunakan rupiah akan dikenakan denda Rp 200 juta dan pidana kurungan satu tahun sesuai dengan UU nomor 7 tahun 2011 tentang valuta asing (Valas). Rupiah harus menjadi tuan rumah di negara sendiri,” ujar Kepala Bareskrim Polri, Komjen Pol Drs Suhardi Alius, di gedung Bank Indonesia (BI) Jalan Balai Kota Medan, usai penandatanganan kerjasama pokok-pokok kesepakatan antara Kantor Perwakilan BI Sumatera Utara dengan Kepolisian Daerah Sumut, sebagai tindak nota kesepakatan dan pedoman kerja antara BI dengan Kepolisian RI, Senin (15/12/2014).

Saat ini, kecenderungan masyarakat, terutama didaerah perbatasan atau yang dekat dengan negara lain dalam bertransaksi menggunakan mata uang asing seperti Dollar AS, Dollar Singapura dan Ringgit Malaysia.

Bahkan ada lembaga asing yang bertransaksi sampai ke pedesaan dengan mata uang asing. “Hal ini bisa diduga digunakan untuk terorisme, perdagangan ilegal, narkoba dan pencucian uang. Padahal rupiah tidak hanya sebagai nilai tukar, melainkan juga mencerminkan batas suatu negara,” katanya.

Dijelaskannya, MoU akan dilakukan di setiap provinsi di Indonesia. “Tahap awal baru empat provinsi yang berpotensi resiko tinggi terhadap penggunaan mata uang asing yakni Jakarta, Denpasar, Pekanbaru, Batam dan Medan, dimana rata-rata nilai transaksi 150 miliar per-bulan (Valas berijin). Jika ditambah Valas tak berijin maka nilai transaksinya tambah besar. Keempat daerah itu sangat dekat negara lain seperti Australia, Timor Leste, Singapura dan Malaysia,” katanya.

Diungkapkannya, sirkulasi transaksi Dollar di Indonesia mencapai USD 5 Miliar per-hari, Malaysia USD 12 Miliar per-hari, dan Singapura USD 300 Miliar per-hari. “Jadi perlu digalakkan penggunaan mata uang rupiah, di sosialisasikan dulu baru ada penegakan hukum,” tegasnya.

Untuk penegakan hukum, Polri memang tak bisa bekerja sendiri. Untuk itu, Polri minta BI menyediakan saksi ahli, termasuk saksi penyitaan sebab Polri belum semuanya tahu apalagi masalah ini masih baru.

“Kita juga akan membahas dan menertibkan hotel-hotel termasuk dana haji yang menggunakan rate dollar. Memang ada yang memang perlu transaksi pakai dollar seperti untuk ekspor, dana APBN dan pembayaran utang,” katanya.

Sementara, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Ronald Waas, mengaku kerjasama ini terkait dengan koordinasi penegakan tindak pidana sistem pembayaran. Jadi, selama ini disebut perdagangan valuta asing (Valas) sebenarnya currency (mata uang) itu bukan diperdagangkan melainkan ditukarkan.

Ronald juga membantah jika terjadinya pelemahan rupiah karena penggunaannya berkurang. “Memang ada dampaknya tapi sedikit. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat menggunakan Dollar AS, tapi tidak semua seperti itu karena setiap daerah berbeda-beda,” katanya.

Terkait dengan kejahatan uang palsu (Upal), dikatakannya, secara nasional sampai dengan Oktober 2014, jumlahnya 2.444 bilyet (lembar), turun dibanding posisi sama tahun 2013 sebanyak 3.306 bilyet.

Sedangkan konstribusi Sumut 2,5 persen dari nasional. “Sumut sendiri termasuk peringkat keenam peredaran Upal setelah Jakarta, Jabar, Jatim, Jateng, Bali dan Sumut,” katanya.

Saat ini BI mendorong instrumen non-tunai untuk menghindari penggunaan uang palsu. Sebab penggunaan uang tunai di Indonesia mencapai 99,4 persen di transaksi retail.

“Tingginya penggunaan uang tunai memiliki resiko dalam memelihara uang tunai, bahkan uang beredar tumbuhnya mencapai 15 persen, jauh dari pertumbuhan penduduk hanya 2 persen dan PDRB 5-6 persen,” tutupnya. [KM-03]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.