Tim Advokasi Kebebasan Digital Desak Permenkominfo No. 5/2020 Dicabut

JAKARTA, KabarMedan.com | Tim Advokasi Kebebasan Digital yang terdiri atas LBH Jakarta, LBH Pers, AJI Indonesia, dan Serikat Pekerja Media dan Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), menyampaikan keberatan kepada Menkominfo atas pemblokiran terhadap 8 situs dan aplikasi dengan traffic tinggi.

Ada pun situs dan aplikasi tersebut yakni, PayPal, Yahoo, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Xandr.com, dan Origin (EA).

Pemblokiran pada 30 Juli 2022 yang didasarkan pada Permenkominfo No. 5/2020 telah mengakibatkan kerugian terhadap masyarakat luas.

Dari Posko Aduan yang telah dibuka sejak 30 Juli 2022 hingga 5 Agustus 2022, LBH Jakarta menerima pengaduan dari korban pemblokiran PSE sebanyak 213 Pengaduan dengan estimasi kerugian materiil sebesar Rp 1.779.840.000,-

Kemudian, dari survei dan pendataan dampak Permenkominfo 5/2020 terhadap pekerja media dan kreatif yang dibuka oleh SINDIKASI dari 4 Agustus 2022 hingga 14 Agustus 2022, terkumpul 44 aduan dengan beragam jenis kerugian, untuk kerugian materil sebesar Rp 136.000.000,-

“Kerugian pekerja tidak hanya kehilangan pendapatan atau materi tetapi juga immaterial di mana mereka tidak mendapat kepastian masa depan pekerjaan karena klien ragu dengan peraturan terkait aplikasi digital Indonesia dan khawatir keamanan data bocor. Bagi warga dan pekerja media, implementasi Permenkominfo mengancam kebebasan pers terutama jurnalis yang meliput isu-isu sensitif,” ujar Ketua SINDIKASI, Nur Aini, pada Jum’at (26/8/2022).

Sementara, Posko Pengaduan dampak Permenkominfo 5/2020 terhadap jurnalis dan media yang AJI dan LBH, dari 1 Agustus hingga 2 Agustus, terdapat 5 pengaduan yang masuk dengan beragam jenis kerugian materiil dan immateriil.

Tim Advokasi Kebebasan Digital menilai bahwa tindakan pemblokiran tersebut, merupakan kebijakan yang membatasi hak atas akses internet sebagai bagian HAM.

“Berdasarkan Joint Declaration on Freedom of Expression and the Internet 2011 tindakan pemblokiran tersebut juga termasuk tindakan ekstrem yang setara dengan tindakan pembredelan terhadap kegiatan penyiaran maupun jurnalistik,” beber Sekretaris Jenderal AJI, Ika Ningtyas.

Sementara itu, Pengacara Publik LBH Jakarta M. Fadhil Alfathan Nazwar juga menilai bahwa tindakan pemblokiran tersebut melampaui wewenang dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur wewenang pembatasan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah hanya dapat dilakukan sebatas “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang.

“Tindakan pemblokiran itu bertentangan dengan ketentuan mengenai pembatasan terhadap HAM diizinkan (Permissible Limitations), bertentangan dengan ketentuan Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) UU ITE, dan bertentangan pula dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) tidak dapat dibenarkan menurut hukum,” ujar Fadhil.

Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin, juga menjelaskan seluruh tindakan yang berada dalam lingkup penyelenggaraan administrasi pemerintahan berdasarkan Pasal 5 UU 30/2014 harus didasarkan pada asas legalitas, asas perlindungan terhadap hak asasi manusia; dan AUPB.

“Sehingga dengan demikian, tindakan pemblokiran oleh Menkominfo RI yang bertentangan dengan ketentuan mengenai pembatasan terhadap HAM diizinkan (Permissible Limitations), bertentangan dengan ketentuan Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) UU ITE, dan bertentangan pula dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) tidak dapat dibenarkan menurut hukum,” ujar Ade.

Tim Advokasi Digital juga menilai bahwa tindakan pemblokiran atas dasar Permenkominfo 5/2022 merupakan perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) yang diatur dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan

Oleh karena itu, Tim Advokasi Kebebasan Digital meminta Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia agar:

1. Menyampaikan pernyataan publik bahwa tindakan pemblokiran tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan jaminan bahwa perbuatan yang sama tidak akan terjadi di masa mendatang. Termasuk di dalamnya permohonan maaf secara resmi kepada masyarakat yang terdampak. dan jaminan ketidak berulangan. Adapun pernyataan dan permohonan maaf tersebut disampaikan melalui 5 (lima) media penyiaran nasional, 5 (lima) media cetak nasional, dan 10 (sepuluh) media online;

2. Mencabut Permenkominfo 5/2020 yang digunakan sebagai dasar bagi serangkaian tindakan pemblokiran yang merugikan tersebut. [KM-01]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.