Tingkat Kematian COVID-19 di Indonesia Tertinggi di Asia

Ilustrasi petugas medis menangani pasien COVID-19.

JAKARTA, KabarMedan.com | Tingkat kematian global akibat COVID-19 berdasarkan data Universitas Johns Hopkins, Minggu (26/4/2020) telah mencapai 203.432 orang, dengan lebih dari 2,9 juta kasus terkonfirmasi.

Indonesia tercatat memiliki tingkat kematian tertinggi di Asia, yakni antara 8-9%, yang diyakini disebabkan berbagai faktor,  termasuk kesehatan umum yang buruk dan kesenjangan dalam sistem kesehatan.

Berdasarkan data, angka kematian global COVID-19 melampaui 200.000 setelah jumlah korban meninggal di Amerika Serikat menembus 50.000 orang. Sementara, 5 negara juga melaporkan jumlah kematian di atas 20.000 meskipun cara penghitungan kematian sangat bervariasi.

AS, Italia, dan Spanyol menjadi tiga negara dengan kematian tertinggi di dunia. Sedangkan, Departemen Kesehatan Inggris, Sabtu (25/4/2020), melaporkan lebih dari 20.000 orang telah meninggal karena COVID-19.

Secara umum, faktor usia tua dan kondisi medis yang mendahului, berperan signifikan dalam tingginya tingkat kematian.

Dalam kasus Indonesia, faktor-faktor lainnya seperti tingginya angka perokok dan respon awal yang tidak memadai oleh otoritas, juga menjadi alasan kunci tingginya angka kematian.

Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Dr. Pandu Riono mengatakan, banyak faktor yang bisa menyebabkan kematian COVID-19, mulai dari usia pasien sampai kondisi latar belakang kesehatan seseorang.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015, Indonesia sendiri tercatat memiliki tingkat perokok laki-laki tertinggi di dunia yaitu sekitar 75%.

“Banyak orang Indonesia secara umum kurang bugar dan ini membuat mereka lebih rentan. Kebanyakan orang di Indonesia tidak merawat paru-paru mereka dengan baik karena sebagian besar adalah perokok,” kata Pandu, seperti dilaporkan Channel News Asia (CNA).

Sejak Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada pertengahan Maret 2020, tingkat kematian di Indonesia konsisten tinggi antara 8-9%. Angka tersebut, dihitung dengan membagi jumlah kematian dengan jumlah kasus, adalah yang tertinggi di Asia.

Jika dibandingkan, tingkat kematian COVID-19 di Filipina sekitar 6,5%, sedangkan tingkat kematian di Singapura sekitar 0,1%, dan Malaysia sekitar 1,7%. Sementara tingkat kematian di Tiongkok sekitar 5,6%, Jepang dan Korea Selatan antara 2-3%.

Pandu menambahkan, faktor penyebab tingginya angka penderita dan kematian adalah respon yang lambat dari pihak otoritas pada tahap awal wabah. Saat awal Maret, hanya ada satu laboratorium di seluruh negara yang mampu melakukan tes COVID-19.

Hasil tes swab juga tidak bisa cepat diketahui, sehingga menahan para pekerja medis untuk melakukan perawatan yang sesuai, dan rumah sakit secara cepat juga kewalahan.

“Ada terlalu banyak kasus sekaligus,” kata Pandu.

Dia mengatakan, dokter juga terlalu banyak bekerja dan kurangnya alat pelindung diri, sehingga banyak dokter dan petugas medis ikut terinfeksi COVID-19.

“Jika otoritas bertindak cepat dan menunjuk banyak rumah sakit untuk menangani kasus COVID-19, maka sumber daya manusia, peralatan, dan pengobatan akan sepenuhnya dioptimalkan di beberapa rumah sakit. Seluruh ranjang bisa dipakai, sehingga tingkat kematian bisa lebih rendah karena fokus merawat sejumlah pasien COVID-19 yang terbatas di ruang isolasi RS,” pungkas Pandu. [KM-01]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.