Walhi Sebut Putusan Hakim PTUN Janggal

MEDAN, KabarMedan.com | Gugatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) terhadap PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) selaku perusahaan pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru, di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, kandas di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Hakim Jimmy Claus Pardede (ketua), Effriandy dan Selvie Ruthyarodh (anggota), pada sidang Senin pagi (4/3/2019) menolak gugatan Walhi terhadap PT NHSE

Atas putusan tersebut, Direktur Walhi Sumut, Dana Prima Tarigan menilai banyak kejanggalan dan karenanya pihaknya akan melanjutkan perjuangannya dengan mengajukan banding. Dijelaskannya, kejanggalan itu bisa dilihat bahwa hakim lebih banyak yang mengakomodir saksi-saksiĀ  dari pihak tergugat dan tidak pada saksi-saksi yang dihadirkan penggugat. “Contohnya, Pak Onrizal sudah bersaksi bahwa tandatangannya dipalsukan, sudah lapor, datang ke persidangan dan buat pernyataan,” katanya, Senin (4/3/2019).

Namun menurutnya, di dalam putusan hakim tidak disebutkanĀ  sama sekali. Padahal, kata dia, menurut saksi ahli hukum tata negaraDenny Indrayana sudah menyatakan adanya cacat prosedur. Kedua, ahli gempa Profesor Teuku Abdullah Sanny dari Institut Teknologi Bandung menyatakan bahwa tidak boleh membangun di zona merah gempa. Meskipun tidak pas di sesar gempa namun tetap bisa menyebabkan kerusakan.

Sedangkan pihak tergugat menghadirkan saksi yang merupakan pegawai atau konsultan yang bekerja untuk PT NSHE. Saat itu Walhi sudah memprotes dan melakukan walk out namun kesaksiannya tetap digunakan. Di sisi lain, saksi dari masyarakat yang didatangkan penggugat dianggap hakim tidak relevan dengan lokasi proyek.

“Ini aneh sekali. Khususnya tentang pemalsuan AMDAL yang tak disebut dalam putusan hakim. Atas dasar ini kita merasa ini tidak tepat dan akan lanjut untuk banding,” katanya.

Diketahui, gugatan Walhi terkait perubahan izin lingkungan hidup atas pembangunan PLTA Batang Toru berkapasitas 510 MW di Tapanuli Selatan, yang mencakup Kecamatan Sipirok, Marancar dan Batang Toru. Walhi mengkawatirkan sejumlah dampak buruk pembangunan PLTA yang kemungkinan terjadi jika berdiri.

Disebutkan, bendungan akan berdiri di atas sesar atau patahan yang jika terjadi pergerakan akan menimbulkan bencana besar karena akan menyebabkan jebolnya bendungan.Dampak lain adalah terancam punahnya berbagai satwa langka, terutama orangutan Tapanuli. Jenis satwa tersebut saat ini tinggal berjumlah 800 ekor.

Satwa hanya ada satu-satunya di Indonesia dan dunia tersebut bisa habis jika hutan di Batang Toru habis akibat pembangunan PLTA. Namun oleh hakim, berdasarkan bukti-bukti serta fakta-fakta yang terungkap di persidangan, menyatakan menolak seluruhnya gugatan Walhi. “Dengan ini berdasarkan seluruh bukti, keterangan dan fakta di persidangan, seluruh dalil penggugat ditolak,” tegas Jimmy. [KM-05]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.