Danau, Enceng Gondok dan Sampah

MEDAN, KabarMedan.com | Tahun 1990-an, Danau Laguna yang berada di kelurahan Besar, Kecamatan Medan Labuhan, dikenal sebagai Danau Martubung yang dibuat sebagai penampung genangan air untuk kemudian dialirkan ke laut.

Danau ini pernah jadi tempat wisata seperti halnya Danau Siombak di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan. Dua-duanya memiliki masalah yang sama, sampah dan enceng gondok.

Kamal Nur Husin, Kepala Lingkungan 12, Kelurahan Besar, mengatakan Danau Laguna merupakan danau buatan yang pengerukannya dilakukan bersamaan dengan pembangunan Griya Martubung berfungsi sebagai penampung genangan air yang ada di komplek.

Dulunya, kata Kamal, pernah dikelola sebuah perusahaan untuk pariwisata yang ramai dikunjungi masyarakat. Wahana wisata air saat itu dilengkapi dengan sampan kayu yang membawa pengunjung ke titik-titik tertentu mengelilingi danau seluas 9,5 hektare tersebut.

“Di tengah-tengah danau dulu juga ada pondok terapung untuk makan keluarga dan banyak lagi,” katanya, Kamis (21/2/2019).

Pondok wisatanya terus berkembang seiring semakin ramainya pengunjung. Namun sempat mendapat protes dari masyarakat dan kalangan tertentu karena dianggap disalahgunakan sehingga terjadi pembongkaran pondok-pondok.

Saat itu, ujar Kamal, jumlah pengunjung minimal bisa mencapai 500 orang/hari. Namun seiring waktu terus menurun hingga akhirnya terbengkalai. Banyaknya sampah, sampan kayu dibiarkan terbenam, danau semakin dangkal dan enceng gondok semakin massif, memenuhi hampir keseluruhan muka danau.

“Pernah dibersihkan namun kiambang (enceng gondok) ini kan cepat ‘kali perkembangannya,” ujarnya.

Sejak 2006 danau ini seakan mati. Enceng gondok ‘menelan’ sisa-sisa bukti danau ini pernah jadi tempat wisata. Patung lumba-lumba berwarna merah mudad di pinggir danau pun sudah nyaris tidak dikenali.

Tidak hanya itu, dengan semakin dangkalnya danau juga membuat daerah di Kelurahan Besar semakin sering terjadi banjir. Intensitas banjir kerap terjadi di Blok 1, 2, 4, 8, 9 dan lingkungan 10, 11 serta 12. Apalagi di saat pasang besar dan hujan deras.

“Banjir bisa setinggi 1 meter lebih lah. Itu seringnya di bulan November – Januari,” cetusnya.

Ia berharap, ada perhatian dari pemerintah untuk mengorek danau tersebut, membersihkan enceng gondok dan sampahnya. Selain untuk menjaga kebersihan dan juga kesehatan, wisatanya juga dapat kembali bergairah.

“Dulu saja pernah di sini ditabur benih ikan nila, patin, emas, gurami dan lain sebagainya. Kalau bersih, kan wisata bisa hidup kembali,” akunya.

Di Danau Siombak, salah seorang petambak bernama Syafri, mengatakan sampah yang semakin banyak sangat sulit diatasi. Pembersihan sering dilakukan namun sampah tidak hanya datang dari atas, melainkan dari laut.

“Enceng gondok ini juga jadi masalah. Dulu gampang mancing ikan di pinggir, sekarang ini semakin dangkal dan cari ikan harus ke tengah,” jelasnya.

Wakil Walikota Medan, Akhyar Nasution, mengatakan menyelesaikan sampah memerlukan waktu yang panjang dan perjuangan keras melibatkan banyak elemen. Perubahan itu harus dimulai dari mindset setiap orang. Ia mengaku, dibutuhkan gerakan bersama semua elemen.

“Tidak bisa hanya dari pemerintah. Contohnya di Danau Siombak, itu harus semua. Itu sampah dari sungai-sungai. Sungai Bendera salah satunya. Lalu dari laut juga. Jadi menyelesaikan sampah harus diketahui akarnya dulu,” tambahnya.

Kemudian mengenai banyaknya enceng gondok di Danau Martubung, dalam waktu dekat akan dibersihkan bekerja sama dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Bina Marga Kota Medan dan Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Medan untuk mengolahnya menjadi pupuk kompos. “Dalam waktu dekat akan kita bersihkan,” pungkasnya. [KM-03]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.