MEDAN, KabarMedan.com | Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara memberikan catatan kinerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Polda Sumut, bertepatan dengan HUT Bhayangkara ke – 76.
KontraS Sumut memberikan catatan terhadap kinerja Kepolisian dalam satu tahun ini, terutama pada sektor penerapan Hak Asasi Manusia dan penegakan hukum.
Koordinator KontraS Sumut, Rahmat Muhammad memberikan berbagai catatan yang menggambarkan bagaimana lemahnya kinerja Kepolisian dalam upaya Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan HAM dalam setahun ini.
Menurut Rahmat, dari pengumpulan data yang dilakukan sejak satu tahun ini, baik pemantauan ataupun advokasi langsung terhadap kasus-kasus kekerasan aparat. KontraS memberikan catatan buruk bagi kinerja kepolisian.
”Dari segi penegakan hukum dan Perlindungan HAM masih buruk, kami memberikan raport merah kepada kinerja Kepolisian, catatan KontraS sepanjang Bulan Juni 2021- Juni 2022 ada 13 kasus penyiksaan yang terjadi, 33 penggunaan kekuatan berlebihan dan 12 kematian tahanan yang terjadi dalam 2 tahun terkahir”, ungkapnya di Sinabung Hill Berastagi, Sabtu (2/7/2022).
Rahmat mengungkapkan, Praktek Kekerasan, dalam proses penegakan hukum masih kerap dilakukan aparat, praktek penyiksaan, penggunaan kekuatan berlebihan, kematian tahanan, hingga Arogansi saat pengaman massa masih sering terjadi.
“Dalam penegakan hukum Kepolisan masih menggunakan cara-cara kuno dalam mencari alat bukti, mengejar pengakuan dengan cara-cara kekerasan masih eksis dilakukan” ujarnya.
Ia mengatakan, sebagai Negara merdeka sudah sepatutnya praktek penyiksaan ditinggalkan, penggunaan cara ini dalam proses hukum menandakan penegakan hukum disini masih tidak beradab.
Kepolisian memiliki instrumens yang ketat dalam proses penegakan hukum, dengan adanya Perkap No 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, serta adanya Perkap No 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi HAM yang membatasi ruang untuk tidak terjadi penyiksaan dalam tindakan mereka.
Selain itu, sambungnya lagi, dari sektor penggunaan kekuatan, penembakan selalu dijadikan alasan oleh kepolisian untuk memberikan efek jera dan rasa takut pada pelaku, tapi masalahnya justru angka kejahatan tidak menurun, dan terkadang kerap menimbulkan persoalan baru.
“Sangat mudah bagi kepolisian melakukan penembakan cukup hanya dengan dalih melawan petugas sudah cukup menjadi syarat” sebutnya.
“Padahal ada prinsip penggunaan kekuatan yang seharusnya dipatuhi, Kepolisian memiliki perkap No 1 Tahun 2009. Ada prinsip rasionalitas, proporsionalitas, necesitas yang kerap kali dilangkahi dalam prosesnya” ucap Rahmat
Menurut Rahmad, catatan penting dalam hari Bhayangkara adalah, masifnya kasus kematian Tahanan di Rumah Tahanan Polisi (RTP), mirisnya kematian tahanan justru terjadi atas dorongan dan sepengetahuan aparat, dan KontraS mencatat selama 2 tahun terakhir sudah ada 12 korban meninggal.
“Sebagai contoh adalah bagaimana tragisnya penyiksaan dan pelecehan seksual yang terjadi pada Hendra Syaputra, sialnya lagi korban justeru di siksa oleh sesama tahanan atas perintah oknum Polisi” bebernya.
“Terkait pengurusan tahanan, Kepolisian memiliki Perkap 4 tahun 2005 Tentang Pengurusan Tahanan pada Rumah Tahanan Kepolisian Republik Indonesia maupun Perkap 4 tahun 2015 tentang perawatan tahanan dilingkungan Kepolisian yang seharusnya sudah lebih dari cukup menjamin pemenuhan hak tahanan sesuai dengan prinsip HAM” tegas Rahmat.
Lebih lanjut dipaparkan Rahmat, dari catatan tersebut, di hari Bhayangkara kali ini KontraS Sumut memberikan raport merah pada kinerja Kepolisian, terutama pada sektor penegakan hokum dan HAM, Kepolisian masih menggunakan cara-cara usang. dengan cara kerjanya yang demikian kita mengangap Polri belum mampu naik kelas.
”Hari Bhayangkara harusnya dijadikan momentum oleh Kepolisian untuk mereformasi diri, kepolisian harus melakukan evaluasi secara holistic, menghindari praktek kekerasan dan lebih humanis, saya kira dengan cara itu Kepolisian akan mendapatkan kepercayaan dari publik”, tutupnya.[KM-04]