Kita dan Buku Komunis Itu

Oleh: Vinsensius Sitepu
Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI)

Bagi saya ada tiga hari istimewa pada Mei 2016 ini, karena maknanya saling terkait, khususnya tentang mutu literasi. Pertama, 2 Mei, Hari Pendidikan Nasional, mengajak kita bercermin tentang, tidak saja tingkat kecerdasan kognisi manusia Indonesia, tetapi kecerdasasan emosional yang ditunjang oleh kecerdasan sosialnya. Sebab, mutu kecerdasan sosial adalah tolok ukur terhadap seberapa jauh kita mampu berinteraksi dengan masyarakat internasional yang beragam dan kian terbuka, secara arif. Yang terakhir ini adalah pula dampak dari desentralisasi informasi dan komunikasi yang mengedepankan dialogisme. Kita memahami, hari ini pendidikan Indonesia kurang memaksimalkan pendidikan karakter, lebih condong pada pendidikan cerdas: hafal dan tahu, bukan pada baca, paham, dan praktik.

Kedua, 3 Mei, Hari Kebebasan Pers Sedunia. Dalam artikel saya di media ini, saya menggarisbawahi hal penting, bahwa kebebasan pers bukanlah milik para praktisi media, yaitu jurnalis dan perusahaan media. Kebebasan pers adalah juga milik publik, karena pers mewakili apa yang dirasakan oleh publik. Itu semua terwujud dalam segala berita, foto, siaran radio dan televisi, termasuk Internet. Kini pun publik sendiri, dalam konteks citizen journalism dapat memanfaatkan media daring untuk memberitakan tentang “kepentingan” komunitasnya, sebab memahami media-media mainstream tidak memiliki ruang untuk mengakomodirnya. Prosumer (producer-consumer) adalah kata kunci dalam hal ini, publik berperan sebagai sebagi news maker, sekaligus konsumen berita. Nah, kepiawaian berjurnalistik adalah wujud mutu literasi kita, setidaknya terukur sejauh mana kita peka terhadap peristiwa, manusia, dan bahasa, serta mau berbagi pengalaman dan pengamalan. Khusus yang terakhir ini adalah kemampuan mencintai bahasa dan gemar berkomunikasi secara tertulis.

Ketiga, 17 Mei, Hari Buku Nasional. Ini adalah hari penting yang kerap dilupakan. Banyak yang belum mengetahui bahwa Indonesia memperingati Hari Buku Nasional setiap tanggal 17 Mei. Pencanangan tanggal tersebut diambil dari momentum peresmian Perpustakaan Nasional 35 tahun silam tepatnya tahun 1980 oleh Menteri Pendidikan Nasional RI, pada saat itu Abdul Malik Fajar. Ide awal pencetusan Hari Buku Nasional ini datang dari golongan masyarakat pecinta buku, yang bertujuan memacu minat atau kegemaran membaca di Indonesia, sekaligus menaikkan angka penjualan buku. Hari Buku Nasional ini diharapkan dapat meningkatkan dan melestarikan budaya membaca buku, karena dengan terciptanya budaya membaca yang baik dan teratur maka ilmu pengetahuan akan semakin bertambah.

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.