Kontroversi Pencalonan Kapolri dan Sekdaprovsu Yang Berstatus Tersangka

Dr Farid Wajdi, SH, M.Hum

Oleh : Dr. Farid Wajdi, SH., M. Hum
Akademi/Dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Untuk menghentikan polemik pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Calon Kapolri ada dua pilihan. Di antara pilihan itu adalah Presiden Jokowi menarik keputusannya mencalonkan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Karena dalam posisi telah resmi menjadi tersangka korupsi tidak etis mengepalai institusi Polri. Ada beban psikologis dan hukum yang mesti dipikul Komjen Budi Gunawan.

Secara psikologis martabat dan moralitas Komjen Budi Gunawan mengalami hambatan tatkala membuat kebijakan apalagi kalau terkait upaya memimpin Polri ke arah jalan revolusi mental. Suasana kebatinan yang muncul adalah demoralisasi dan delegitimasi kepemimpinan Komjen Budi Gunawan.

Secara hukum muncul beban mental ketika proses hukum berlangsung di KPK. Ada dugaan korupsi dan beban insititusi yang sulit dipisahkan. Potensi kasus Cicak vs Buaya menganga lebar. Gesekan kepentingan pribadi dan institusi tentu bakal dipertaruhkan.

Pilihan kedua adalah Komjen Budi Gunawan bersikap legawa dengan cara mengambil inisiatif untuk mundur dari pencalonan Kapolri. Sangat tidak logis seseorang yang sudah dalam status tersangka lalu duduk sebagai pejabat negara. Jalan undur diri jauh lebih terhormat dan bermartabat. Jalan panjang polemik pencalonan Budi Gunawan dapat diselesaikan secara lebih beretika.

Sikap legowo Komjen Budi Gunawan mungkin dapat menjadi lebih membuka untuk tumbuhnya “rasa malu”. Walaupun tetap menganut asas praduga tidak bersalah, tetapi proses penetapan tersangka oleh KPK tentu telah memiliki pembuktian otentik secara hukum. Sulit bagi terdakwa untuk lolos dari jerat dan jarum dakwaan KPK di pengadilan.

Pejabat Sebagai Terdakwa Tidak Masuk Akal

Setali tiga uang dengan kasus Budi Gunawan, Hasban Ritonga, yang duduk sebagai pesakitan di Pengadilan Negeri  justru dolantik sebagai Sekretaris Daerah Provinsu Sumatera Utara.

Hasban Ritonga ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus sengketa lahan sirkuit Jalan Pancing, Medan. Saat itu yang bersangkutan menjabat Asisten Administrasi Umum dan Aset Setda Provinsi Sumut. Pelantikan Hasban Ritonga sebagai pejabat daerah tidak masuk akal. Pelantikan Hasban Ritonga telah menimbulkan permasalahan hukum dan moral. Masalah muncul karena Hasban Ritonga ditunjuk sebagai Sekda berdasarkan Surat Keputusan Presiden (Keppres) No 214/M/2014 per tanggal 29 Desember 2014. Dia menggantikan Nurdin Lubis yang memasuki masa pensiun.

Secara moral masyarakat berharap agar Presiden Joko Widodo mampu memilih pejabat yang bersih untuk melaksanakan revolusi mental. Terkait dengan kandidat Sekda Provinsi Sumatera Utara, sesungguhnya Presiden Joko Widodo pada waktu penunjukan Hasban ritonga masih punya alternative yaitu Radiman Tarigan dan Arsyad Lubis.

Patut digugat kebijakan Presiden Joko Widodo yang mengaluarkan banyak keputusan yang ternyata bertentangan dengan substansi dan makna revolusi mental. Arah revolusimental justru dibelokkana ke arah yang salah dan menyesatkan.

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.