JAKARTA, KabarMedan.com | Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak agar enam anggota TNI pelaku kasus mutilasi di Mimika, Papua bisa diadili di peradilan umum dan bukan peradilan militer.
Pengacara publik LBH Jakarta Teo Reffelsen menilai, tindakan para pelaku merupakan tindak pidana umum, sehingga harus diproses di peradilan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (2) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
“Kami mendesak semuanya harus diproses dan diadili melalui proses peradilan yang adil, bebas dan tidak memihak, agar semua proses dapat dipantau oleh publik dan memastikan pemenuhan hak atas kebenaran dan keadilan bagi korban dan keluarganya serta mencegah terjadinya impunitas,” ujar Teo dalam konferensi pers, Rabu (31/8/2022).
Selain mendesak enam prajurit TNI diadili di peradilan umum, LBH Jakarta juga mendesak pelibatan lembaga independen seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
“Atau jika diperlukan Pemerintah dapat membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden untuk memastikan semua proses berjalan dengan secara transparan dan akuntabel,” imbuh Teo.
LBH Jakarta juga mendesak agar pemerintah serius melanjutkan reformasi peradilan militer dengan melakukan revisi sistematis atas UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer Karena menurut Teo, peradilan militer hanya menjadi biang segala bentuk impunitas (kekebalan pelaku) kejahatan yang dilakukan TNI.
“Langkah tersebut merupakan bentuk dari reformasi akses atas keadilan di Indonesia,” tutur Teo.
Sejauh ini, penyidik Polisi Militer TNI AD telah menetapkan enam prajurit sebagai tersangka dalam kasus mutilasi yang terjadi di Mimika, Papua.
Dua dari enam tersangka merupakan seorang perwira infanteri berinisial Mayor Inf HF dan Kapten Inf DK. Sementara sisanya berinisial Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC dan Pratu R.
Sedangkan, empat tersangka dari kalangan sipil yakni APL alias J, DU, R, dan RMH. Untuk tersangka kalangan sipil ditangani pihak kepolisian. [KM-01]