Muhammadiyah: Ada Pihak Yang Mengaburkan Persoalan di Tanjung Balai

MEDAN, KabarMedan.com | Pimpinan Wilayah Muhammadiyah menuding, ada pihak-pihak yang sengaja mengaburkan persoalan pemicu kerusuhan bernuansa SARA di Tanjung Balai. Hal ini terlihat dari upaya penanganan kasus yang membuat setidaknya delapan rumah ibadah terbakar dan 12 orang ditetapkan sebagai tersangka.

Selain itu, penanganan dilakukan hanya menggunakan pendekatan sistem peradilan pidana (Criminal Justice System). Padahal Indonesia telah memiliki undang-undang khusus untuk menangani konflik sosial, yakni Undang-Undang No 7 Tahun 2012.

“Kami mencium bahwa penanganan kerusuhan Tanjung Balai dengan hanya mendorong secara hukum (pidana) untuk menutup problem lain yang kini hadir di Tanjung Balai. Jika problem hukum semata apalagi pendekatan secara ‘Criminal Justice System’, maka penanganan ini akan menorehkan luka baru dan tidak akan pernah menyelesaikan masalah,” kata Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara, Abdul Hakim Siagian, di Medan, Senin (1/8/2016).

Baca Juga:  Sanggar Belajar Umi Yati Gelar Rangkaian Acara Meriahkan 1 Muharram 1446 Hijriah

Problem terbesar di Tanjung Balai, kata Abdul, sebenarnya adalah terjadinya kesenjangan di sisi ekonomi akibat hilangnya mata pencaharian masyarakat pribumi. Selain itu, pendidikan yang tidak fokus sesuai kearifan lokal, membuat masyarakat pribumi sulit mendapatkan pekerjaan yang layak. Besarnya pengaruh bisnis narkoba dan penyelundupan berskala internasional membuat masyarakat pribumi masuk ke dalam lembah hitam kriminalitas dan narkoba.

“Kami meyakini jika digunakan pendekatan penanganan konflik sosial sesuai Undang-Undang No 7 Tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial itu, maka semua persoalan akan terbuka secara terang benderang. Itu yang sengaja dikaburkan oleh pihak-pihak tertentu. Tapi itu yang harus dilakukan jika ingin konflik sosial bisa ditangani secara tuntas,” ucapnya.

Terkait motif agama dan etnis yang disebut-sebut menjadi akar masalah kerusuhan tersebut, menurutnya tidaklah sepenuhnya tepat. Karena di periode sebelumnya saat problem agama dan etnis menjadi tendensi besar di Indonesia, kondisi di Tanjung Balai justru tetap kondusif dan toleransi tetap dapat terjaga.

Baca Juga:  Sanggar Belajar Umi Yati Gelar Rangkaian Acara Meriahkan 1 Muharram 1446 Hijriah

“Saat reformasi 1998 lalu, tak ada sedikitpun gangguan tempat ibadah di Tanjung Balai. Pertanyaannya kenapa bisa? karena pada saat itu kecemburuan sosial belum memuncak, beda dengan saat ini. Perlu kami sampaikan, bahwa di Indonesia –kejahatan penyelundupan, narkoba, terorisme, dan korupsi, sama kategorinya sebagai kejahatan luar biasa. Semua persoalan luar biasa itu ada di Tanjung Balai. Sehingga jika penanganannya tidak dengan pendekatan konflik sosial, maka problem Tanjung Balai tidak akan tuntas dari hulu ke hilirnya,” pungkasnya. [KM-03]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.