MEDAN, KabarMedan.com | Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) mengecam keras tindakan Kepala SMKN 1 Kota Tebing Tinggi yang mengeluarkan empat orang anak didik sekolah tersebut karena bermasalah dengan hukum.
“Kami sangat mengecam keras sikap dan tindakan guru BP dan Kepala Sekolah yang mengeluarkan anak didiknya dari sekolah karena hal tersebut merupakan tindakan yang sangat salah,” kata Direktur Eksekutif PKPA, Keumala Dewi, Selasa (7/11/2017).
Dari pengakuan satu orang anak yang diterima, mereka saat itu sedang magang atau PKL di satu pusat perbelanjaan dan pada 11 September 2017 si anak dikatahui pihak toko memakan satu jenis es di gudang makanan toko tersebut.
Atas perbuatannya, pihak toko membawa si anak ke Polsek Rambutan dan masalah tersebut telah diselesaikan dimana orang tua si anak telah membayar Rp. 13 ribu kepada pihak toko.
“Kasus hukum tersebut sebenarnya telah selesai secara restoratif justice,,” ujar Keumala Dewi didampingi Koordinator PUSPA PKPA, Azmiati Zuliah, SH, MH.
Azmiati Zuliah, SH, MH, pengacara anak senior di PKPA, menambahkan bahwa dalam kasus tersebut pelaku anak bukan hanya satu orang. “Ini jadi masalah, menurut si anak, ada delapan orang anak didik dari sekolah tersebut sebagai pelaku, namun mengapa hanya empat orang yang dikeluarkan? Empat anak didik lain ada apa? tanya Azmiati.
Menurut Azmiati, laporan si anak menuturkan bahwa pada saat guru BP SMKN 1 Tebing Tinggi datang ke rumahnya si guru langsung menghubungi kepala sekolah.
“Saat itu guru BP langsung marah-marah dan menghubungi kepala sekolah dengan mengatakan anak tersebut harus dipecat dari sekolah,” ucapnya.
Memang pada 13 September 2017 Mamak si anak datang ke SMKN 1 dan pihak sekolah meminta agar orang tuanya menandatangani surat pengembalian siswa kepada orang tua. Tapi harus diingat, orang tua si anak terpaksa menandatangani surat tersebut, karena kalau tidak diteken maka anaknya tidak bisa pulang ke rumah karena katanya akan diadukan pihak sekolah ke polisi. Di sini kami menemukan keanehan lagi, karena pada 11 September 2017, kasus tersebut telah diselesaikan di Polsek Rambutan melibatkan pihak toko,” tambahnya.
Lebih lanjut, Keumala Dewi, menekankan pentingnya bimbingan dan konseling bagi semua anak terutama yang bermasalah dalam perilaku. semua sekolah memahami dan melaksanakan.
“Mengeluarkan anak dari sekolah, apalagi atas permintaan guru BP, bukanlah jalan keluar, karena justru kita patut mempertanyakan apa saja peran guru BP selama ini di sekolah tersebut? Bukankah hal itu merupakan kegagalan guru BP dan pihak sekolah jika ada anak didiknya bermasalah,” tanya Keumala.
“Kami juga mempertanyakan apakah pendidik dan tenaga pendidik di sekolah tersebut sudah memahami Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan,” tegas Keumala.
Sekolah, papar Keumala, wajib membantuk gugus gugus pencegahan kekerasan di sekolah. “Gugus tugas inilah yang bertugas mengantisipasi terjadinya permasalahan hukum terhadap anak didik terutama dalam proses belajar-mengajar. Jadi sangat penting agar semua sekolah melatih para pendidik dan tenaga kependidikan memahami akar masalah perilaku anak. Melalui gugus pencegahan kekerasan yang beranggotakan orangtua dan guru tersebutlah anak didik dapat dicegah untuk tidak terlibat dalam perbuatan melawan hukum,” pungkas Keumala. [KM-03]














