Polisi di Medan Bebaskan 2 Pelaku Jambret HP

Ilustrasi.

MEDAN, KabarMedan.com | Dengan alasan restorative justice, Polsek Medan Area membebaskan dua orang bandit jalanan yang kerap meresahkan masyarakat.

Adapun kedua orang penjambret yang dibebaskan yakni berinisial AB (25), CO (24) keduanya warga Medan.

Informasi dihimpun, Senin (12/9/2022) kedua pelaku ditangkap setelah menjambret HP milik seorang wanita di Jalan Menteng Medan Area. Keduanya terjatuh dari sepeda motor usai dipepet penarik becak motor (Parbetor).

Usai tertangkap, kedua bandit jalanan ini lalu diboyong ke Polsek Medan Area guna menjalani proses hukum lebih lanjut. Namun, baru sebentar berada di jeruji besi, keduanya berhasil menghirup udara bebas, usai berdamai dengan korban.

Kapolsek Medan Area Kompol Sawangin membenarkan kedua penjambret tersebut telah dipulangkan dengan alasan keadilan restoratif.

“Kami telah melakukan proses perkaranya, lalu korban membuat surat pada Polsek mengenai pencabutan perkara dan mohon perkaranya tidak dilanjutkan ke pengadilan,” katanya.

Baca Juga:  Sanggar Belajar Umi Yati Gelar Rangkaian Acara Meriahkan 1 Muharram 1446 Hijriah

Ia mengatakan karena diantara kedua belah pihak sudah mufakat berdamai, maka Polsek Medan Area menempuh restorative justice dalam menangani perkara ini.

“Lalu kita tanya kedua belah pihak benar adanya (damai), maka perkaranya kita RJ demi untuk tidak membebani mereka lagi,” tukasnya.

Dikutip dari laman Kompolnas, salah satu acuan pendekatan keadilan restoratif ialah SE Kapolri Nomor 8/VII/2018.

Dijelaskan dalam SE itu, pendekatan restorative justice digunakan jika perkara memenuhi syarat materiil dan syarat formil.

Syarat-syarat formil yang mesti terpenuhi, semisal perkara tersebut tidak menimbulkan keresahan dan tidak ada penolakan dari masyarakat, tidak berdampak konflik sosial, serta tingkat kesalahan pelaku relatif tidak berat.

Selain sejumlah SE, Perkap, dan Telegram Kapolri, surat keputusan (SK) Dirjen Peradilan Umum MA Nomor 1691 tertanggal 22 Desember 2020 juga menjadi panduan pertimbangan restorative justice. SK itu merinci mengenai syarat dan jenis tindak pidana yang boleh diselesaikan dengan cara damai.

Baca Juga:  Sanggar Belajar Umi Yati Gelar Rangkaian Acara Meriahkan 1 Muharram 1446 Hijriah

Dalam surat keputusan itu, ditegaskan bahwa dialog yang menjadi cara penuntasan perkara akan dihadiri oleh pihak korban, keluarga korban dan pelaku.

Cara ini dimaksudkan agar adanya pemulihan korban dengan ganti rugi dan kesepakatan-kesepakatan lainnya.

Jenis tindak pidana yang boleh diselesaikan dengan cara ini, semisal pencurian ringan hasil perkebunan, penggelapan cicilan oleh karyawan sektor finansial, penipuan ringan, kecurangan perdagangan, perusakan barang dengan kerugian barang hanya Rp600 ribu, dan penadahan yang nilai kerugiannya hanya Rp600 ribu.

Ancaman hukuman maksimal untuk perkara-perkara pidana itu hanya berupa tiga bulan kurungan dan denda Rp2,5 juta. Karena itu, penuntasan perkaranya dianggap tidak perlu melalui pengadilan. [KM-01]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.