Resesi Ekonomi Sulit Dihindari, Pemerintah Diminta Pastikan Tidak Terjadi Krisis Pangan di Tanah Air

Ist

MEDAN, KabarMedan.com | Perang Rusia-Ukraina telah menyeret banyak masalah dan merubah tatanan sosial ekonomi masyarakat dunia. Selain masalah geo politik, perang Rusia-Ukraina juga merembet ke masalah ekonomi, di antaranya adalah kenaikan harga energi maupun pangan dunia.

Tidak hanya sampai disitu, sejumlah negara yang menentang sikap Rusia melakukan embargo ekonomi secara bersama-sama yang pada dasarnya juga merugikan Negara yang meng-embargo tersebut.

Sejumlah negara lainnya juga menyikapi kondisi ekonomi terkini dengan berbondong-bondong menutup ekspor bahan pangannya.

Indonesia kini menjadi salah satu negara yang melakukan hal yang sama. Yaitu sempat menutup kran ekspor untuk produk sawit, salah satunya adalah minyak goreng.

Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin mengatakan semua masyarakat di dunia merasakan tingginya harga pangan belakangan ini. Dimana dipicu oleh kenaikan biaya produksi pertanian seperti pupuk hingga obat-obatan.

Selain itu memicu kenaikan sejumlah harga bahan pangan pokok seperti gandum, beras hingga jagung. Kenaikan sejumlah harga tersebut memicu kenaikan laju tekanan inflasi yang direspon dengan kenaikan suku bunga acuan.

Baca Juga:  Sanggar Belajar Umi Yati Gelar Rangkaian Acara Meriahkan 1 Muharram 1446 Hijriah

“Bunga acuan bergerak naik yang kembali menyisakan masalah perlambatan ekonomi  yang nantinya akan bermuara pada resesi. Resesi itu sendiri sudah begitu terasa dialami banyak negara lain yang disikapi dengan menurunkan konsumsi harian masyarakatnya,” ujar Gunawan Benjamin, Selasa (14/6/2022).

Gunawan menuturkan, kabar terakhir, 1 dari 6 masyarakat di Jerman mengurangi konsumsinya untuk menghemat pengeluaran.

Bagi Indonesia, resesi ekonomi global sulit untuk dihindari. Sejauh ini, Indonesia tengah berhadapan dengan tingginya laju tekanan inflasi (3,55% YoY), yang menurut hemat saya kita sudah digiring untuk mengalami stagflasi (ekspektasi pertumbuhan ekonomi di kisaran 4% tahun 2022).

“Bukan tidak mungkin kita masuk ke dalam jurang resesi nantinya. Pertumbuhan ekonomi yang banyak mengandalkan konsumsi rumah tangga menjadi tulang punggung dan mutlak untuk diselamatkan,” katanya.

Gunawan menyebutkan, cara menyelamatkan masyarakat bila terjadi resesi adalah dengan menaikkan anggaran bantuan sosial.

Menurutnya tidak ada cara yang lebih jitu yang bisa ditempuh saat ini. Karena perlambatan maupun kontraksi ekonomi global sudah dimulai.

Baca Juga:  Sanggar Belajar Umi Yati Gelar Rangkaian Acara Meriahkan 1 Muharram 1446 Hijriah

Cara selanjutnya yang bisa dilakukan untuk menghindar dari kemungkinan terburuk dampak resesi adalah menjaga ketahanan pangan.

Banyak negara yang menutup ekspor bahan pangannya belakangan ini. Pemerintah harus memastikan bahwa klaim produksi beras nasional memang benar-benar cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Jika skenario terburuknya sejumlah negara pengekspor beras seperti Vietnam, Thailand atau India juga melakukan proteksi. Maka Indonesia tidak memiliki ruang untuk menstabilkan harga beras di tanah air, jika harga beras bergejolak.

“Tunda dulu rencana mengemas minyak goreng curah. Saya pikir urgensinya belum saatnya dilakukan. Selebihnya lakukan konsolidasi kebijakan penetapan APBN dengan menyesuaikan perkembangan terkini dan melihat potensi perubahan kondisi makro ekonomi ke depan,” tuturnya.

“Karena kita butuh pemanfaatan maupun relalokasi anggaran yang lebih terfokus pada penyelamatan daya beli dan ketahanan pangan masyarakat,” tandasnya. [KM-07]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.