Oleh : Silvester Gultom
Hari Guru diperingati setiap tanggal 25 November setiap tahun. Hari ini menjadi hari istimewa, sekurang-kurangnya bagi anak-anakku. Istimewa karena tidak ada pelajaran setelah upacara, membawa oleh-oleh kepada para guru, dan setelah itu dia akan jajan dan bermain dengan teman-temannya, lalu pulang lebih awal. Lalu dilanjutkan dengan photo bersama para guru dengan seragam batik, atau photo narsis beberapa orang guru, lalu guru yang lain udpate status. Istimewa memang karena dirayakan sekali setahun, klo tiap bulan mungkin lebih seru lagi.
Pemerintah sudah memenuhi anggaran pemerintah 20% untuk pendidikan. Lebih tepat, 20% anggaran pemerintah adalah untuk belanja pegawai pendidikan. Artinya kita masih bisa berdebat hubungan langsung belanja pegawai dengan mutu pendidikan kita. Inilah buah perjuangan Air Mata Guru dan organisasi lain yang menyuarakan perbaikan nasib guru beberapa tahun lalu. Inilah kelirumologinya: naikkan belanja pegawai pendidikan maka mutu pendidikan Indonesia akan meningkat. Lalu sekarang, para guru dan dosen berlomba untuk sertifikasi untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi. Terjadilah pembayaran tunjangan sertifikasi menjadi masalah yang tanpa ujung hingga hari ini. Guru-guru yang mengalami tunjangan sertifikasi mandeg, mereka pergi berbondong-bondong mengadukan nasibnya kepada pihak-pihak terkait. Naik tunjangan gaji dan tunjangan maka mutu pendidikan Indonesia meningkat. Keliruuuuuu.
Kelirumologi sejenis juga bisa dilihat di bidang lain. Contohnya, saat ada pertikaian antara dua kubu TNI dengan Polisi (Brimob). Lalu tidak lama setelah konflik itu Menkopolhukam menyampaikan bahwa masalah antara TNI-Polisi adalah masalah perut. Padahal jauh sebelum konflik yang melibatkan TNI-POLRI di Batam, peningkatan kesejahteraan prajurit TNI dan Polri sudah dilakukan oleh Pemerintah. Lantas perut manakah yang bermasalah? Mungkin ini juga kelirumologi. Peningkatan kesejahteraan sudah dilakukan konflik tetap masih terjadi, berarti keliru toh? Bahkan peningkatan performance kerja di lapangan juga diragukan dengan beberapa kasus illegal fishing di laut, Polri menjadi pemakai dan bandar narkotik.
Setiap pagi sehabis bangun tidur saya selalu merasa senang, karena sudah menjadi ritual pagi, setelah bangun pasti langsung duduk ditempat meditasi-rest room. Betapa senangnya. Saya tidak bisa bayangkan kalau sehari bahkan sebulan lubang dubur itu ngambek atau mogok, apa nggak bahaya? Apakah tidak berbahaya kalau hidung merasa lebih penting dari daun telinga? Atau mata ini merasa lebih penting dari jari-jari ditangan atau di kaki? Lalu apakah hubungan bagian tubuh ini dengan para guru?
Letak kelirumologinya disini: Pekerjaan sebagai PNS-Guru tetapi berharap penghasilan seperti Chairul Tanjung, keliru bukan? Memilih menjadi TNI-POLRI tetapi berkhayal memperoleh kesenangan dan harta melimpah seperti Harry Tanu Pemilik MNC, keliru kan mas bro? Lalu bagaimana donk. Saya bangga dengan Bapak saya, sebagai seorang Guru PNS yang diperbantukan di salah satu sekolah swasta di desa kecil Kabupaten Deliserdang. Saya beruntung dan salut kepada Bapak saya karena dia tidak pernah ikut organisasi atau forum apapun yang turun ke jalan dengan teriakan dan baliho untuk menyuarakan nasibnya sebagai guru.
Dulu, menurut penuturan Bapak saya, dia ingin menjadi insinyiur, tapi kemiskinan tidak mengijinkan. Lalu memilih menjadi Guru. Dia sadar gaji guru tidak akan bisa menyekolahkan anaknya yang 9 orang, yang jelas bapak saya pasti ingat benar besar gaji guru waktu mereka buat 9 anak di ranjang. Lalu ibu saya buat inisiatif untuk terjun bebas menjadi petani menambah penghasilan suaminya sebagai guru dan mendukung suaminya sebagai guru. Kupikir koq gak buat gerakan air mata guru ya waktu itu. Tapi pilihannya memang jenius, halal dan tidak menggunakan jabatan suaminya untuk memperkaya diri dan keluarganya.
Kesadaran akan tugas mulia setiap profesi dalam tenunan dan jaring-jaring kehidupan itu lah fondasi kokoh yang harus diletakkan jauh dikedalaman lubuk hati dan budi setiap pelaku profesi, termasuk guru. Sehingga setiap orang dalam peran dan profesi yang dilakoni pada hari-hari hidupnya sungguh sebuah abdi kebaikan untuk hidup bersama. Karena tidak seorang pun pernah meminta dilahirkan sebagai tukang parkir, atau petani atau assisten rumah tangga atau meminta menjadi Gubernur Bank Indonesia. Jadi dunia ini bukan panggung sandiwara, tapi panggung bagi para abdi kebaikan bagi sesama tanpa pamrih.Tanpa pammmriiihh. Ingat itu.