“Revolusi Mental Mati Suri”

Oleh : Dr. Farid Wajdi, SH, M. Hum

Ada apa dengan negeri ini? Tersangka Komjen (Pol) BG tetap dicalonkan sebagai Kapolri meskipun telah berstatus hukum sebagai tersangka. Bahkan DPR telah melakukan fit and proper tes. Tinggal selangkah lagi, yakni persetujuan paripurna DPR, maka BG bakal menjadi Kapolri menggantikan Jenderal (Pol) Drs. Sutarman.

Lebih para lagi di Sumatera Utara HR dilantik sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara walaupun statusnya sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Medan.

Kedua kasus hukum ini adalah cerminan dan ujian komitmen politik hukumnya pemerintahan Jokowi atas revolusi mental bidang hukum. Proses pencalonan Kapolri yang terus melangkah dan pelantikan Sekdaprovsu membuktikan penghargaan atas etika dan hukum sedang mengalami demoralisasi etika dan hukum yang semakin parah. Intinya, proses pencalonan Kapolri tak berhenti dan pelantikan Sekdaprovsu, memantulkan bahwa wajah hukum dan etika telah mati suri.

Kedua peristiwa itu secara pasti merupakan tamparan keras bagi penegakan hukum. Pemerintahan Jokowi sejatinya mendudukkan hukum sebagai panglima. Jika, seseorang telah menjadi tersangka atau terdakwa secara etis tidak pantas lagi dipertahankan sebagai pejabat publik. Mempertahakan pejabat publik yang bermasalah secara hukum secara sistematis berarti pemerintah mempertontonkan dagelan dan akrobatik hukum. Pemerintah melakukan degradasi moralitas, etika dan hukum dalam pengelolaan sistem pemerintahan yang buruk. Bagaimanapun ini menunjukkan persoalan krisis integritas pada lembaga pemerintahan. Moralitas, etika dan hukum seperti dikantongi bahkan dicampakkan ke dalam tong sampah.

Jangan salahkan, jika muncul asumsi pemerintah menunjukkan perilaku ‘transaksional’ dan itu menandakan revolusi mental di bidang hukum telah berada dibibir jurang kegagalan. Penegakan hukum di negeri ini seperti berada di tubir jurang kegagalan. Ungkapan kasus yang melanda birokrasi pemerintahan semakin membuktikan hukum tidak berjalan karena lembaga yang mesti mengawalnya malah korup dan diisi oknum penegak hukum dengan moral tercela.

Sejatinya, jabatan Kapolri atau jabatan public lain harus dibebaskan dari sanderaan kasus hukum. Demoralisasi penegakan hukum akan semakin membuat Indonesia terjerumus ke dalam kegagalan reformasi yang sudah diperjuangan sebelumnya.

Revolusi mental harus disertai dengan perbaikan mental dan perilaku penegak hukum dan birokrasi yang lebih amanah. Defisit moral penegak hukum dan birokrasi pemerintahan tak cukup diteriakkan melalu wacana belaka, tetapi diawali dengan terobosan berani dari pemerintah.

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.