SEJENIS KELIRUMOLOGI – Mayoritas Oposisi: Mayoritas Menggagalkan atau Mensukseskan

Oleh : Silvester Gultom

Suasana politik Indonesia pasca pemilu Presiden 2014 berubah drastis dari yang sebelumnya tidak pernah terjadi sepanjang sejarah Republik ini, kecuali konfrontasi total di jaman Demokrasi Terpimpin, dimana ada partai-partai dikonfrontasi secara total, dan berakhir dengan malapetaka dahsyat yang menjadi buntut Gerakan 30 September (G30S).

Dibalik aksi konfrontasi total antara dua kubu di parlemen KMP-KIH, ada sejenis kelirumologi. Akibat kelirumologi itu telah melumpuhkan kehidupan politik kita. Kelirumologi itu telah menimbulkan rasa kecewa, iri, tersinggung, benci dan dendam kesumat. Kehidupan politik mandeg, terganjal. Negara dalam bahaya. Sejenis kelirumologi itu terjadi ketika KMP mencoba menterjemahkan arti oposisi dalam parlemen.

Saya sendiri tidak pernah menginginkan bahwa karena dahsyatnya figur Presiden Jokowi maka semua anggota DPR/MPR/DPD menjadi “paduan suara setuju”. Artinya, kekuatan penyeimbang perlu agar pemerintahan tidak menjadi otoriter dan kebablasan. Dengan kata lain mengambil posisi sebagai Koalisi Oposisi di Parlemen juga menjadi sebuah pilihan dan tugas yang mulia. Dengan kata lain kalau KMP mau membangun hubungan politik normal dengan KIH, itu tidak berarti bahwa KMP tidak boleh beroposisi. Tetapi oposisi harus benar, harus sesuai dengan sila keempat Pancasila, dengan semangat “kebijaksanaan dalam permusyawarawatan”. Di negara-negara demokrasi parlementer saja-lain daripada klise tentang kediktatoran mayoritas-partai partai pemerintah dan oposisi biasa bekerja sama secara efektif dalam komisi-komisi dan kebanyakan undang-undang akhirnya disepakati.

Kita rakyat Indonesia justru perlu belajar apa arti positif oposisi. Oposisi Pancasilais ingin agar pemerintah berhasil, dan bukan agar ia gagal. Kalau oposisi mempunyai mayoritas dalam parlemen, tanggungjawabnya lebih berat. Oposisi tidak boleh membiarkan pemerintah gagal. Oposisi dituntut menyertai pemerintah dengan kritis. Mereka menagih janji pemerintah. Mereka membuka segenap kedok KKN, menolak populisme murahan, dan menantang agar pemerintah juga mengambil keputusan yang tidak populer.

Situasi di negara kita sebenarnya memberi banyak harapan. Pertentangan yang terjadi antara KMP-KIH bukan lah pertentangan ideologis sama sekali. Keyakinan saya mengatakan hanya karena keliru saya menempatkan arti oposisi dan memahami oposisi baik dari KMP maupun KIH. Sudah saatnya kelas politik kita mengakhiri perseteruan yang sebenarnya sudah mau diakhiri serta menunjukkan tanggung jawabnya dengan mendorong pemerintah untuk mengambil langkah-langkah agar semakin terwujud Indonesia yang adil, solider, sejahtera, kuat dan maju. Dengan singkat dan tegas bisa dikatakan: akhiri kelirumologi oposisi. Mayoritas oposisi berarti mayoritas yang akan menjamin pemerintahan lebih bersih, jauh dari pencintraan, tipu daya, pembohangan dan korupsi. Bukan mayoritas oposisi menggagalkan. Ingat itu.

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.