Oleh: Majda El Muhtaj | Setiap tanggal 7 April masyarakat internasional memperingati Hari Kesehatan Sedunia (World Health Day). Tahun ini WHO menetapkan tema penting “Support Nurses and Midwives” (Dukung Perawat dan Bidan). Bukan tanpa alasan WHO mencermati kehadiran dan peran nyata utama perawat dan bidan terhadap kualitas pelayanan sistem kesehatan.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom mengatakan, nurses and midwives are the backbone of every health system (perawat dan bidan adalah tulang punggung dari setiap sistem kesehatan). Tedros meminta semua negara berinvestasi melalui perawat dan bidan sebagai bagian nyata mewujudkan komitmen kesehatan untuk semua (In 2020, we’re calling on all countries to invest in nurses and midwives as part of their commitment to health for all) .
Dalam publikasi WHO bertajuk Nursing and Midwifery in the History of the World Health Organization 1948-2017, ditegaskan kontribusi riil perawat dan bidan terhadap organisasi WHO serta elemen esensial semua sistem kesehatan nasional.
Sangat tepat jika WHO meminta seluruh negara, termasuk kita memberi dukungan riil kepada para perawat dan bidan di seluruh dunia yang mengabdikan dirinya sebagai profesi kesehatan terdepan. Mereka tanpa henti memberikan langkah-langkah promotif, kuratif dan rehabilitatif pelayanan kesehatan, termasuk dalam mengatasi pandemi global COVID-19.
Perawat dan bidan adalah profesi kesehatan yang paling familiar di tengah-tengah masyarakat di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Sejak lama, kedua profesi ini hidup menyatu bersama masyarakat.
Pelayanan atas segala keluhan menyangkut kesehatan masyarakat mampu mereka jalankan dengan terbuka bahkan sekalipun dengan segala keterbatasan alat kesehatan dan obat-obatan. Masyarakat penuh yakin, sumbangsih kedua profesi kesehatan ini adalah sangat mulia dan tak terpisahkan dari eksistensi kualitas kesehatan publik.
Dalam perkembangan tuntutan profesi, perawat dan bidan diakui bukan lagi semata pemberi layanan keperawatan dan kebidanan. Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan dan UU No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, kini praktik profesi keperawatan dan kebidanan telah berkembangan pesat sejalan dengan tuntutan pentingnya perlindungan dan kepastian hukum.
Profesi ini bukan fungsi periphery (pinggiran). Profesi perawat dan bidan menuntut jenjang pendidikan terstruktur, kompetensi dan sertifikasi teruji, baik secara nasional, regional maupun internasional. Atas dasar itu, kesejahteraan yang baik, proteksi profesi yang maksimal, pelatihan yang baik, fasilitas keselamatan kerja dan mendukung tegak dan berwibawanya profesi perawat dan bidan merupakan kata kunci mengapresiasi profesi mulia mereka.
Dalam strategi global keperawatan dan kebidanan yang ditetapkan WHO 2016-2020, kini tantangan perawat dan bidan adalah mentransformasi tindakan-tindakan kesehatan publik dalam dinamika kesehatan global. Perawat dan bidan dituntut humanis, cerdas dan inovatif mempromosikan kesehatan, mencegah penyakit, pengobatan dan rehabilitasi tanpa diskriminasi.
Kelompok rentan, yakni anak-anak, perempuan, lanjut usia, masyarakat adat dan penyandang disabilitas merupakan kelompok masyarakat yang wajib mendapat prioritas perlindungan pelayanan kesehatan. Reformasi sistem pendidikan keperawatan dan kebidanan mutlak dilakukan.
Tidak kalah pentingnya, lembaga-lembaga pendidikan keperawatan dan kebidanan, baik yang dikelola pemerintah maupun masyarakat, menginkorporasi materi muatan pendekatan HAM terhadap sistem pelayanan kesehatan (human rights-based approach to healthcare services).
Investasi penguatan kesehatan nasional dengan memperkuat basis pendidikan, pelatihan dan kesejahteraan perawat dan bidan sesungguhnya nyata adanya. Improvisasi kebijakan yang memproteksi kesejahteraan perawat dan bidan, baik oleh fasilitas kesehatan yang dikelola pemerintah maupun swasta, merepresentasikan kesadaran jamak bahwa perawat dan bidan adalah tulang punggung sistem kesehatan publik.
Di tengah pandemi global COVID-19, termasuk di Indonesia, sangat dibutuhkan daya dukung positif dari pemangku kebijakan dan komitmen aksi sinerjitas seluruh tenaga kesehatan, termasuk perawat dan bidan.
Setidaknya dengan hal sederhana ini publik bisa yakin bahwa melalui kontribusi perawat dan bidan, perlindungan dan pemenuhan hak kesehatan masyarakat mampu direalisasikan dengan penuh tanggung jawab dan sungguh hati tanpa diskriminasi.
Penulis adalah Dosen Hukum Hak Asasi Manusia di Universitas Negeri Medan.