Oleh : Silvester Gultom
Masa Pemerintah Jokowi-Ahok di DKI Jakarta bisa jadi merupakan babak baru sepanjang sejarah kota yang dulu bernama Batavia ini. Ada beberapa istilah yang sangat akrab dan sangat sering diperbincangkan selama masa pemerintah Jokowi-Ahok di Jakarta, antara lain e-bugeting dan e-catalog. Pada akhirnya kedua istilah inilah yang menjadi penyebab perang urat syaraf antara Ahok dan DPRD Jakarta. Rendahnya serapan Anggaran di masa pemerintahan Jokowi-Ahok, bagi Anggota DPRD menjadi indikasi buruknya kinerja pemerintah. Sementara itu bagi Ahok, tidak ada masalah meski serapan Anggaran rendah, yang penting tepat sasaran untuk kepentingan rakyat dan bukan masuk kantong pejabat. Demikian Ahok memberi alasan. Mungkin Jakowi-Ahok tidak pernah membayangkan bahwa digitalisasi dalam bentuk e-bugeting dan e-catalog akan menjadi hambatan bagi banyak orang untuk percepatan Jakarta yang lebih baik dan manusiawi. Digitalisasi, bukannya mempercepat malah menjadi menghambat. Penyelewangan Anggaran tetap terjadi, dana-dana siluman masih deras mengalir.
Ribut-ribut di sekitar digitalisasi bukan hanya di Jakarta. Di Medan, di mana PDAM menjual angin-air dan lumpur menjadi satu, sedang menghadapi masalah dengan sistem pembayaran online PPOB. Disebut menjual angin karena ketika kita hidupkan mesin pompa air -yang semestinya tidak perlu pakai pompa-kita buka kran air- kadang yang keluar hanya angin berhembus. Di waktu yang lain,kita buka kran air, yang keluar adalah air berlumpur dan di waktu yang langka, air bersih akan keluar dari kran. Demikian kira-kira keluhan warga kota Medan. Tapi fokusnya, adalah digitalisasi berupa sistem pembayaran on line pun pun tampaknya lebih banyak mudaratnya dari pada manfaat bagi masyarakat luas.
Masih di Medan, ketika seorang anak SD di salah satu sekolah negeri di Medan, dianiaya oleh teman-temannya saat waktu bermain, mulai dari para pejabat, wiraswasta, guru dan orang tua murid, spontan saja-seolah bersepakat bahwa harus dipasang cctv di sekolah-sekolah agar peristiwa itu terulang. Dan masih di kota Medan, muncul keluhan dan statemen angka kejahatan jalanan semakin meningkat, baik itu menggunakan pistol dan senjata tajam, maupun perampokan dan penganiayaan. Spontan saja-kembali seolah bersepakat-muncul komentar baik dari polisi, tokoh masyarakat dan warga biasa menyatakan bahwa sebaiknya ditambah Kamera CCTV di setiap perempatan dan daerah rawan kejahatan dan itu bisa nanti digunakan menjadi alat melakukan tilang elektronik. Hubungan peningkatan angka kejahatan dengan pemasangan Kamera CCTV apa? Apa hubungan pengubahan pembayaran sistim cash menjadi pembayaran sistim online dengan perbaikan PDAM kalau pencuri yang sama menjadi operator?
Menurut hemat saya sangat keliru bila bersandar pada sebuah system elektronik atau system digital untuk memperbaiki sebuah kondisi masyarakat yang sudah mengidap penyakit kronis-akut korupsi, suap, tipu daya dan penuh kebohongan. Karena kecanggihan teknologi dan kesempurnaan sebuah sistim elektronik atau system digital, akan tetap memiliki celah bagi sebuah tipu daya kebohongan oleh penciptanya, yakni manusia. Bukan kah carut marut persoalan sekitar e-ktp menjadi bukti bahwa operator yang sekaligus menjadi pencipta systim digital itu menjadi penentu utama untuk efek baik yang lebih besar dalam hidup bersama yang berkeadilan, manusiawi dan berdulat? Bukankah lebih elok bertanya di mana para guru saat kejadian penyiksaan anak sd itu terjadi? Bukan lebih etis bertanya di mana sistim keamanan dan kepolisian saat kejahatan itu terjadi? Debat atas jawaban pertanyaan itu tentu masih terbuka. Tapi tanggapan spontan atas itu pun sudah sejenis kelirumologi bila bersandar pada digitalisasi atau teknologi mutakhir yang menjadikan kamera CCTV sebagai solusi. Ingat pemutakhiran teknologi digital bukan tujuan, ada pesan dibaliknya yakni perubahan sikap hati, sikap bathin, sikap pikiran dan perasaan untuk dampak positif yang lebih besar, itulah sandaran harapan kita untuk hidup bersama yang lebih baik, hidup bersama yang berkeadilan- perlahan bersih dari nafsu korupsi, kebohongan dan tipu muslihat. Bukan bersandar pada yang digital.