Harapan dan Tantangan Partisipasi Masyarakat pada Pilkada 2020 di Tengah Pandemi COVID-19

Malinda Sari Sembiring.

Oleh: Malinda Sari Sembiring | Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 akan dilaksanakan satu bulan ke depan, tepatnya pada 9 Desember 2020. Pilkada tahun ini merupakan yang pertama kali diselenggarakan di tengah pandemi COVID-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia. Menelisik partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilihan pada dua periode sebelumnya, ditemukan tren yang berbeda di kota dan provinsi di Sumatera Utara.

Sebut saja penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) pada 2013 dan 2018 lalu yang mengalami kenaikan. Tercatat seperti yang disampaikan Komisioner KPU Sumatera Utara Yulhasni, Pilgubsu 2013 tercatat hanya 48,5 persen masyarakat yang menggunakan hak pilih dari total 10,3 juta pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) Sumatera Utara. Selang lima tahun berikutnya pada 2018, KPU Sumut berhasil meningkatkan partisipasi dengan 64,2 persen dari 9.050.483 DPT Sumut.

Namun, tren ini tidak berlaku pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Ibukota Sumatera Utara, Medan, yang pada 2015 mencapai rekor tingkat partisipasi terendah se-Indonesia dengan 25,38% partisipasi dari total 1.998.835 DPT Kota Medan. Angka ini bahkan masih lebih rendah dibandingkan Pilkada Walikota Medan pada 2010, di mana terdapat dua putaran Pilkada, pada putaran pertama terdapat 35,68 persen partisipasi, sementara pada putaran kedua meningkat menjadi 38,28 persen dari total lebih dari 1.9 juta DPT Kota Medan.

Berbeda lagi dengan yang terjadi pada Pilkada Walikota dan Wakil Walikota Binjai pada 2010 dan 2015. Pada 2010, partisipasi pemilih pada dua kali Pilkada tercatat di angka lebih dari 65 persen dengan total DPT masing-masing 115.182 pada 2010, yang meningkat menjadi 184.984 pada 2015.

Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Pemilih

Ada beberapa faktor yang memengaruhi partisipasi pemilih dalam peningkatan maupun penurunan total pengguna hak suara. Kenaikan persentase pemilih pada Pilgubsu 2018 ditenggarai pemuktahiran data yang dilakukan, sosialisasi yang menyasar pada generasi milenial yang melek sosial media, serta pelaksanaan sosialisasi ke berbagai unsur masyarakat.

Selain itu, hadirnya figur yang telah dikenal secara nasional, turut mendorong terdongkraknya eksposur media massa terhadap penyelenggaraan Pilgubsu 2018. Sementara itu, Pilkada Walikota Medan pada 2015 yang mencapai rekor terendah dipengaruhi oleh keterlibatan Walikota Medan hasil Pilkada 2010 dalam kasus korupsi. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat yang berujung pada menurunkan partisipsi pada 2015. Selain itu, pemuktahiran data pemilih pada 2015 yang tidak mencerminkan DPT dianggap menjadi penyebab rendahnya partisipasi pemilih.

Faktor lainnya adalah kandidat yang bertarung pada Pilkada 2010 dan 2015 bukan figur yang menarik bagi masyarakat yang tercermin dari minimnya keikutsertaan masyarakat dalam pesta demokrasi kota terbesar ke-3 di Indonesia ini.

Untuk Pilkada Walikota dan Wakil Walikota Binjai pada 2010 dan 2015 dapat dikatakan menarik. Pada 2010 terdapat 9 pasangan calon yang bertarung, hal ini membuat masyarakat memiliki banyak pilihan dan alternatif. Ditambah lagi dengan tokoh-tokoh yang dikenal publik termasuk tokoh nasional yang terjun ke dalam Pilkada Kota Binjai yang menarik media nasional untuk meliput seputar pelaksanaan Pilkada di Binjai.

Di tahun 2015, partisipasi cenderung stabil walaupun terdapat peningkatan jumlah DPT, salah satu faktor yang bisa dilihat adalah terdapat tiga pasangan kandidat yang memungkinkan masyarakat kota Binjai tidak terpecah menjadi dua kubu berbeda.

Di sisi lain, peningkatan partisipasi masyarakat baik tingkat kota/kabupaten maupun provinsi mengalami kenaikan selama dua tahun terakhir penyelenggaraan pemilihan. Mulai dari PIlgubsu 2018 hingga Pemilu 2019. Lantas, akankah tren positif ini terulang pada Pilkada 2020 mendatang?

Penyelenggaraan Pilkada 2020 di tengah pandemi tentu bukan hal yang mudah diterima oleh masyarakat, mengingat kasus COVID-19 di Indonesia terbilang masih tinggi dan belum ada kepastian soal kapan pandemi akan berakhir di Indonesia. Penyelenggaraan Pilkada 2020 tentu harus menemukan formula penyelenggaraan berbeda dengan dua pemilihan yang sudah dilewati masyarakat Sumatera Utara, terkhusus 23 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang akan menyelenggarakan pemilihan bulan depan.

Pada pemilihan dua tahun terakhir, KPU cukup berfokus pada bagaimana menjaring pemilih untuk dapat menggunakan hak pilih dan datang ke TPS. Sementara selama pandemi, tugas tersebut bertambah dengan bagaimana meyakinkan masyarakat bahwa menggunakan hak pilih akan terjamin keamanannya, bahwa KPU telah mempersiapkan peraturan hukum terkait menjamin terlaksananya protokol Kesehatan pada saat hari pemungutan suara.

Ditambah lagi dengan ketakutan bahwa Pilkada 2020 akan menciptakan klaster baru penyebaran COVID-19 karena Pilkada akan mendorong orang-orang bertemu di satu titik yang sama pada satu waktu tertentu. Kemungkinan bersentuhan atau memegang objek benda yang sama sangat besar.

Masalah lain yang juga tak dapat dielakkan adalah penyelenggaraan Pilkada 2020 yang dianggap kurang memperhatikan kondisi masyarakat yang sedang terpuruk perekonomiannya akibat pandemi. Dibandingkan fokus mengikuti berjalannya tahapan Pilkada 2020, tentu masyarakat akan lebih memfokuskan bagaimana memenuhi kebutuhan dasar terlebih dahulu. Hal ini memungkinkan masyarakat tidak antusias pada Pilkada 2020 nantinya.

Pandemi COVID-19 telah mengubah cara komunikasi dan berinteraksi masyarakat. Bagi pasangan kandidat yang bertarung pada Pilkada 2020, hal ini tentu akan menyulitkan mereka dalam melakukan kampanye dan meraup suara dari kalangan masyarakat yang terbiasa melihat secara langsung atau ingin berinteraksi dengan calon pemimpinnya melalui kampanye terbuka, yang saat ini tentu tidak dapat dilakukan.

Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non-alama Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Bab VI menyatakan pertemuan tatap muka dan dialog dalam rangka kampanye dilakukan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye, yang selengkapnya diatur pada pasal 58 adalah, kampanye dilaksanakan di ruangan atau Gedung tertutup, dihadiri oleh maksimal 50 meter dengan menjaga jarak minimal 1 menter antar peserta kampanye, peraturan ruangan dan tempat duduk harus dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan. Selain itu, kampanye juga dapat dilakukan secara dalam jaringan (daring).

Kegiatan kandidat pasangan kepala daerah juga diatur dalam pasal 63 dengan batas maksimal 100 orang yang berupa rapat umum, kegiatan kebudayaan, kegiatan olahraga, perlombaan, bazar, donor darah. Selain itu, kampanye juga dapat dilakukan melalui media sosial.

PKPU yang dikeluarkan merupakan upaya yang dilakukan KPU untuk dapat menyukseskan penyelenggaraan Pilkada 2020 sekaligus meyakinkan masyarakat bahwa KPU serius dalam hal memastikan keamanan penyelenggaraan Pilkada 2020 agar tidak menjadi klaster baru penyebaran COVID-19. PKPU ini juga merupakan yang pertama dikeluarkan mengingat dalam sejarah kepemiluan, ini kali pertama Indonesia melaksanakan Pilkada di tengah pandemi yang mengharuskan penerapan protokol Kesehatan.

KPU Harus Proaktif

Hal yang menjadi catatan penting bagi KPU adalah bagaimana agar informasi terkait penyelenggaraan Pilkada dengan protokol kesehatan dapat tersampaikan ke masyarakat. KPU perlu sosialisasi khusus dalam hal skema menjalankan protokol Kesehatan pada penyelenggaraan pemungutan suara.

KPU perlu memperhatikan persebaran umur dari masyarakat karena akan diperlukan komunikasi yang berbeda. Pemilih Pemula dan Pemilih Muda dengan rentang usia 17-40 akan lebih mudah menerima informasi dari media massa maupun media sosial. Sementara pendekatan secara langsung perlu dilakukan untuk pemilih berusia lanjut.

Sudah selayaknya KPU memiliki tim kampanye sendiri yang fokus memikirkan Teknik kampanye efektif bagi berbagai usia. KPU juga harus mulai mengelola media sosial dengan serius karena pengguna media sosial memiliki rentang usia tertentu, misal pemilih rentang usia 17-20 tahun memiliki pilihan media sosial berbeda dengan pemilih usia di atas 35 tahun yang nyaman dengan media sosial tertentu, KPU harus mampu menyesuaikan konten yang ditampilkan di lintas platform yang dipakai.

Hal lain yang belum tampak jadi perhatian KPU adalah memperkenalkan calon kandidat. Banyak ditemui laman KPU daerah yang tidak memuat informasi rinci mengenai calon kandidat kepala daerah, pengelolaan website yang tidak user friendly membuat masyarakat kesulitan menemukan informasi yang dibutuhkan dalam menentukan pilihan. KPU sebaiknya memiliki standar tersendiri tentang hal-hal apa yang bisa ditampilkan terkait profil kandidat calon kepala daerah sehingga masyarakat memiliki informasi yang seimbang terkait calon-calon tersebut.

Dalam menghadapi Pilkada 2020 di tengah pandemi ini, bagi pasangan calon juga harus bekerja ekstra keras, bukan hanya fokus menjual janji kampanye, kandidat sudah selayaknya membuat kampanye yang kreatif dan dapat menarik perhatian masyarakat. Bersama partai politik yang mengusungnya, kandidat juga harus memberikan edukasi terkait bagaimana agar masyarakat dapat memilih dan tetap merasa aman dengan mematuhi protokol Kesehatan.

*Penulis adalah Ketua Komunitas Peduli Pemilu dan Duta Pemilu Sumut 2019

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.